Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum bekas Menteri Agama Suryadharma Ali akan berkonsultasi dengan kliennya untuk menentukan rencana ke depan menanggapi putusan hakim praperadilan.
"Langkah selanjutnya kami akan konsultasikan dulu dengan Pak Suryadharma Ali. Karena Pak Suryadharma kan prinsipal," ujar kuasa hukum Suryadharma, Humphrey Djemat seusai persidangan.
Sebelumnya, hakim tunggal Tatik Hadiyanti memutuskan menolak seluruh permohonan praperadilan Suryadharma karena materi permohonan yang bersangkutan dianggap bukan wewenang lembaga praperadilan, mengacu pada Pasal 1 angka 10 KUHAP jo Pasal 77 KUHAP jo Pasal 82 ayat 1 huruf (d).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya, Suryadharma akan tetap menjalani proses hukum sebagai tersangka atas kasus tindak pidana korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama.
Menanggapi putusan tersebut, Humphrey berpendapat bahwa hakim Tatik kurang berani memperluas kewenangan praperadilan. Padahal, hakim mengakui dasar rumusan KUHAP menjunjung tinggi hak asasi manusia.
"Sebenarnya itu menyangkut pada hak asasi seseorang. Walaupun seseorang itu belum ditahan, tetapi yang terjadi begitu ia dijadikan tersangka, ia sudah jatuh segala sesuatunya dan upaya paksa itu ada," ujar Humphrey.
Kuasa hukum Suryadharma begitu menyayangkan keputusan hakim. Sejumlah pembuktian berkas dan keterangan saksi yang pada persidangan sebelumnya telah diajukan pihak Suryadharma, tampaknya kurang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara ini.
"Hakim masih masuk pada sistem yang lama. Walaupun hak asasi, hak konstitusi di UUD, maupun ratifikasi, itu sudah menjadi bagian yang dipertimbangkan hakim praperadilan ini," ujar Johnson Panjaitan dalam kesempatan yang sama.
Hakim tunggal Tatik mulai membacakan putusan pada pukul 10.00 WIB di ruang sidang utama. Tampak puluhan orang pendukung Suryadharma memenuhi ruang sidang, termasuk Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana.
Suryadharma ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Mei 2014 atas kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2010 hingga 2013.
Dia disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 KUHPidana.
(obs)