LIPSUS BPJS KESEHATAN

Cerita Terlantar, Kisah Rutin Pasien BPJS Kesehatan

Rosmiyati Dewi Kandi, Yohannie Linggasari, & Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Kamis, 09 Apr 2015 15:15 WIB
Pasien terlantar bukan cerita baru bagi peserta BPJS Kesehatan. Kementerian Kesehatan mengakui RS kewalahan menampung seluruh pasien peserta BPJS Kesehatan.
Ilustrasi. Dokter memeriksa pasien di Poli Mata RSUP Fatmawati, Jakarta, 18 Maret 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pandangan mata Samuel Kaloke, seorang kakek berusia 61 tahun, tiba-tiba gelap pada Agustus tahun lalu. Berbekal kartu sebagai peserta Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kelas I, ia bergegas ke Rumah Sakit Umum Balikpapan, Kalimantan Timur, hari itu juga.

Kesimpulan dokter di RSU Balikpapan, ada bagian dari saraf mata kanan Samuel yang tergeser. Dokter setempat pun menyarankan Samuel bertolak ke Jakarta, menuju Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).

"Di RSCM, dokter bilang saya harus operasi," kata Samuel saat berbincang dengan CNN Indonesia, Februari lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Samuel tiba di RSCM pada 25 Agustus 2014. Kala itu, dia langsung menuju Rumah Sakit (RS) Kirana yang merupakan bagian dari RSCM. Tiga hari setelah itu, sekitar pukul 11.00 WIB, dia menjalani operasi mata sebelah kanan. Namun operasi tersebut ternyata bukan yang pertama karena Samuel harus kembali masuk meja operasi.

Selanjutnya pada 2 September 2014, seorang dokter RSCM menyarankan Samuel untuk menjalani operasi kedua, yang akhirnya direncakan untuk dilakukan pada 23 September. Pada tanggal yang direncanakan, Samuel kembali mengambil nomor antrean dan menjalani sejumlah pemeriksaan medis di poliklinik anestesi, rontgen, tes radiologi, dan poli internis.

"Sudah semua saya jalankan, saya kembali ke Lantai 2 RS Kirana. Suster di sana bilang, saya tidak bisa dioperasi karena ruangan penuh," tutur Samuel.

Pernyataan sang suster membuat Samuel merasa heran. Menurutnya, pihak RS semestinya memberi tahu dia lebih awal bahwa operasi tak bisa dilakukan lantaran tidak ada ruangan, sehingga dia tidak perlu menjalani serangkaian tes medis.

Yang semakin membuat Samuel merasa pelayanan RS mengecewakan adalah tidak ada kepastian kapan dia bisa kembali menjalani operasi. Samuel hanya diminta mengambil nomor urut dengan angka 183 untuk gilirannya menjalani bedah mata.

Hari itu, cerita Samuel, antrean sudah masuk ke nomor urut 60. Menurut informasi yang dia terima, RSCM melakukan lima kali operasi mata dalam satu hari. Dia pun memutuskan kembali ke Balikpapan sambil menunggu gilirannya.

Lama menunggu tanpa kabar, dia berinisiatif kembali ke RSCM pada 6 Oktober 2014. Tiba di RSCM, Samuel harus kembali menunggu, hingga di-pingpong sebanyak lebih dari tiga kali. "Saya ditipu. Dokter terakhir bilang belum bisa. Dia bilang, penyakit mata saya langka dan hanya ada satu dokter khusus," katanya.

Saat ini, kondisi mata kanan Samuel menderita retina glukoma dengan keluhan kerap berkedip, timbul bayang-bayang yang membuat sakit kepala, jarak pandang hanya 50 meter, dan sakit jika terkena cahaya. Dia mempertanyakan birokrasi di rumah sakit terbesar dan terlengkap di Indonesia itu.

Samuel telah beberapa kali melakukan komplain, baik secara langsung maupun lewat surat elektronik (email). Bahkan dia pernah mengirim keluhan ke surat pembaca sebuah majalah yang terbit secara nasional.

Surat pembaca itu membuat Wakil Menteri Kesehatan dan RSCM menghubunginya lewat telepon. Samuel diminta kembali mengambil nomor antrean.

Samuel memuji BPJS Kesehatan yang benar-benar membayar seluruh klaim atas operasi mata kanannya. Namun menyesalkan pelayanan rumah sakit terhadap pasien pengguna BPJS Kesehatan.

"Kalau saya dipermainkan, saya mau main kasar. Saya tidak menyoalkan BPJS Kesehatan, saya menyoalkan pelayanan RS yang melayani pasien BPJS Kesehatan," tandasnya.

Aduan Pelayanan RS Tertinggi

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER