Jakarta, CNN Indonesia --
Tok! Tok!…."Saya hakimnya! Saya yang memimpin sidang! Tolong hormati pengadilan ini, walaupun ruang pengadilannya sederhana!" ujar hakim Asiadi saat menyela perdebatan antara kuasa hukum Sutan dan saksi ahli dari KPK, Kamis (9/4).
Hakim Asiadi Sembiring merupakan hakim tunggal yang memimpin perkara praperadilan mantan Ketua Komisi Energi DPR Sutan Bhatoegana melawan Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama memimpin sidang, Asiadi mengumbar ketegasan dirinya sebagai hakim. Tak jarang, suaranya yang lantang dan juga ketukan palunya yang bertenaga menyelimuti jalannya persidangan.
Perdebatan antara Eggi Sudjana, salah satu kuasa hukum Sutan, dan Adnan Paslyadja, saksi ahli dari KPK yang juga merupakan mantan jaksa, berawal ketika Eggi menanyakan kepada Adnan soal penetapan tersangka menurut Pasal 51 KUHAP.
Di dalam Pasal 51 KUHAP menyebutkan, tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai, dan apa yang didakwakan kepadanya.
Menanggapi pasal tersebut, Adnan katakan, penyidik memiliki kewenangan untuk tidak memeriksa terlebih dahulu tersangka selama penyidik sudah memenuhi semua aturan dan ketentuan di dalam UU, seperti misalnya alat bukti yang cukup.
Tak terima dengan pendapat tersebut, Eggi kembali menyudutkan Adnan dengan mempersoalkan perkara Sutan ketika diperiksa penyidik. Adnan pun menolak menjawab lantaran hal tersebut bukan menjadi kewenangan dirinya.
"Itu urusan mereka, saya tidak bisa jawab," ujar Adnan. Eggi pun lagi-lagi mendesak Adnan untuk menjawab, namun hakim terlanjur mengetuk palu untuk menengahi.
Ketegasan hakim Asiadi tak berhenti sampai di situ. Di ruang sidang, hakim Asiadi juga berulang kali menegaskan kepada kedua belah pihak untuk tidak berbelit-belit ketika bertanya. Begitu pula kepada saksi ahli dalam memberikan keterangan.
"Tak usah panjang lebar. Pokoknya singkat, padat dan jelas," ujar hakim Asiadi dengan suara lantangnya.
Ketika sidang ditunda sebentar karena adzan Dzuhur berkumandang, hakim Asiadi tampak memperlihatkan sisi dirinya yang lain di ruang sidang.
Kepada saksi ahli, hakim Asiadi bertanya, "Saudara ahli masih bisa membaca tanpa kacamata yah?" Hakim Asiadi tampaknya tertarik mengetahui lebih dalam pria kelahiran 1940 tersebut.
"Ya, masih bisa," ujar Adnan.
"Wah, kalah saya. Saya saja sekarang sudah tidak bisa lagi membaca kalau tidak pakai kaca mata. Boleh tuh bagi saya resepnya apa," ujar hakim Asiadi sembari tertawa kecil.
Sikap hakim Asiadi sontak membuat orang yang ada di ruang sidang tertawa, tersenyum. Rasa tegang yang sempat muncul karena ketegasannya perlahan mencair.
Tok!..Tok! Tok!… (sip/sip)