Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap perkara permohonan praperadilan bekas Menteri Agama Suryadharma Ali dapat menjadi sumber hukum yang kuat.
"Segala yang didalilkan pemohon ditolak. Kami mengapresiasi putusan ini dan ini bisa menjadi sumber hukum yang cukup kuat ke depan," ujar anggota Biro Hukum KPK, Abdul Basir saat ditemui seusai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/4).
Ia bersyukur bahwa satu proses praperadilan telah selesai dan KPK sedikit berkurang bebannya dalam menghadapi hujan praperadilan yang masuk akhir-akhir ini. (Baca:
KPK Utamakan Penuntasan Kasus yang Digugat Praperadilan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menindaklanjuti putusan hakim, Abdul mengaku KPK akan terus melanjutkan proses penyidikan terhadap Suryadharma. Beberapa berkas terkait penetapan tersangka dan kerugian negara sedang diproses sampai saat ini oleh tim ahli di KPK untuk kemudian dapat dibawa ke persidangan pokok perkara.
Sebelumnya, hakim tunggal Tatik Hadiyanti memutuskan menolak seluruh permohonan praperadilan Suryadharma karena materi permohonan yang bersangkutan dianggap bukan wewenang lembaga praperadilan, mengacu pada Pasal 1 angka 10 KUHAP jo Pasal 77 KUHAP jo Pasal 82 ayat 1 huruf (d).
Dalil materi yang ditolak di antaranya adalah mengenai penetapan tersangka yang tidak sah dan penuntutan ganti rugi terhadap KPK sebesar Rp 1 triliun.
Menurut hakim, penetapan tersangka bukan menjadi kewenangan praperadilan, mengingat KUHAP sudah secara jelas mengatur kewenangan praperadilan yang limitatif. Selain itu, tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Suryadharma tidak seharusnya diminta di lembaga praperadilan karena hal tersebut dinilai sudah masuk pokok perkara.
Akibat putusan tersebut, Suryadharma akan tetap menjalani proses hukum sebagai tersangka atas kasus tindak pidana korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama.
Suryadharma ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Mei 2014 atas kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2010 hingga 2013.
Bekas Ketua Umum PPP ini disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 KUHPidana.
(obs)