Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang praperadilan bekas Direktur Pertamina Suroso Atmo Martoyo melawan Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memasuki hari kelima, Jumat (10/4). Agenda persidangan kali ini adalah pembuktian dari KPK selaku termohon.
KPK kembali menghadirkan seorang mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung, Yahya Harahap, sebagai saksi ahli di sidang pembuktian.
Perlu diketahui, Yahya sebelumnya juga telah dihadirkan sebagai saksi ahli KPK dalam sidang praperadilan melawan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali. Keterangan Yahya menjadi salah satu pertimbangan hakim Tatik Hadiyanti dalam memutus untuk menolak permohonan praperadilan Suryadharma.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada hakim tunggal Riyadi Sunindyo, Yahya mengaku sebagai pakar hukum pidana. Keterangan yang akan diberikan dalam persidangan ini, menurut Yahya, untuk menjelaskan lebih dalam mengenai yurisdiksi praperadilan.
KPK kemudian mulai mempertanyakan perihal kewenangan praperadilan yang sudah limitatif.
Yahya berpendapat, makna praperadilan adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan terhadap acara praperadilan, berbeda dengan pemeriksaan acara peradilan biasa. (Lihat fokus:
Mereka Tersangka Lawan KPK)
"Memutus masalah yurisdiksi atau kompetensi tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan, dan termasuk permintaan ganti rugi dan rehabilitasi yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan," ujar Yahya mengacu pada Pasal 77 KUHAP.
Yahya memberikan contoh, misalnya, mengenai penangkapan yang tidak sah. Di dalam proses persidangan, pemeriksaan praperadilan harus mampu menunjukkan bahwa tindak penangkapan harus memenuhi unsur-unsur sesuai yang diatur dalam Pasal 17 KUHAP.
"Untuk dapat menangkap seseorang harus didukung atau berdasar alat bukti yang cukup. Alat bukti ini sekurang-kurangnya ada dua dan harus memenuhi ketentuan seperti dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP," ujar Yahya.
Hakim tunggal Riyadi Sunindyo membuka sidang pada pukul 9.00 WIB. Tak seperti sidang praperadilan pada perkara-perkara sebelumnya, KPK tidak berencana menghadirkan saksi fakta di sidang praperadilan perkara Suroso.
Suroso menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah atas kasus suap pengadaan zat tambahan bahan bakar TEL (tetraethyl lead) 2004 dan 2005. Suroso disangka mengantungi duit suap dari Direktur PT Soegih Indrajaya, Willy Sebastian Liem. (Baca juga:
Eks Direktur Pertamina Soalkan Status Penyidik KPK)
Selain Suroso, bekas Dirjen Minyak dan Gas, Rahmat Sudibyo, juga diduga mengantungi suap. Suap diduga dilakukan sejak tahun 2000 hingga 2005. Suap tersebut sebagai pelicin agar TEL tetap digunakan dalam bensin produksi Pertamina.
Atas perbuatan tersebut, Suroso sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Willy sebagai pihak pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b dan atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi.
(sur)