Kriminalisasi Era Reformasi Lebih Bahaya dari Era Soeharto

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Senin, 20 Apr 2015 06:20 WIB
Tindakan kriminalisasi dinilai makin marak sejak Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto ditangkap pada 23 Januari lalu.
LBH Jakarta bersama berbagai element masyarakat melakukan aksi Karnaval Rakyat Lawan Korupsi dari patung kuda menuju Istana Negara, Jakarta, Rabu, 8 April 2015. Dalam aksi ini mereka menuntut kepada pemerintahan yang dipimpin oleh Joko Widodo dan Jusuf Kalla untuk menghentikan kriminalisasi terhadap KPK, menolak pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Wakapolri dan terus bekerja memberantas korupsi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Jenderal Transparency International Dadang Trisasongko menilai kriminalisasi di era reformasi lebih berbahaya dibandingkan saat era Soeharto. Kriminalisasi di era kini dinilai lebih mudah dilakukan dan besar-besaran.

"Ini bukan cerita baru. Dulu saat zaman Soeharto pun, hukum selalu digunakan untuk menaklukkan orang demi kepentingan segelintir pihak," kata Dadang saat konferensi pers di Lembaga Bantuan Hukum, Jakarta, kemarin. (baca juga: Badrodin Pastikan Kasus Samad dan BW Segera Dilanjutkan)

Salah satu dasar argumennya adalah data dari Tim Advokasi Anti Kriminalisasi yang menyebutkan bahwa ada 42 orang yang dikriminalisasi, di mana jumlah kasusnya mencapai 13 buah. Tindakan kriminalisasi dinilai makin marak sejak Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto ditangkap pada 23 Januari lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain Bambang, tercatat beberapa nama yang masuk dalam daftar kriminalisasi lembaga tersebut, seperti bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Dosen Universitas Andalas Charles Simabura, bekas Hakim Agung Komariah Emong, serta para pimpinan KPK lainnya. (baca juga: Polri Cegah Denny Indrayana ke Luar Negeri)

Meski begitu, Dadang berpendapat masyarakat tidak dapat menerima kriminalisasi tersebut dengan akal sehat. Menurutnya, hal tersebut terbukti dari ramainya aksi solidaritas menolak kriminalisasi.

Di sisi lain, Asfinawati selaku kuasa hukum Bambang menjelaskan bahwa tindakan kriminalisasi punya ciri khas sehingga mudah dibedakan. "Dalam hampir semua kasus kriminalisasi, yang ditentukan adalah orangnya dulu, baru pasal yang menjeratnya," katanya.

Oleh karena itu, kerap kali pasal yang menjerat orang yang bersangkutan kerap berganti-ganti. Ciri khas lainnya, waktu pemrosesan kasus juga berlangsung dengan sangat cepat. (baca juga: Pengelola Akun Triomacan Merasa Dikriminalisasi)

"Coba kalau kita kehilangan barang lalu lapor polisi, apakah bisa diproses hanya dalam waktu dua hari? Kalau bisa, itu luar biasa. Sementara, kriminalisasi bisa dilakukan hanya dalam beberapa hari," ujarnya.

Untuk menghentikan kriminalisasi, Asfinawati berpendapat Presiden Joko Widodo harus ambil andil. "Presiden 'kan di atas Polri, masa tidak bisa bertindak? Kalau tidak bertindak, malah akan merusak citranya sendiri," katanya. (baca juga: Mabes Polri: Jangan jadi Tersangka lalu Sebut Kriminalisasi) (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER