Jadikan RUU KUHAP Dasar Hukum Praperadilan, Jero Yakin Menang

Ranny Virginia Utami | CNN Indonesia
Senin, 20 Apr 2015 15:05 WIB
Menurut Hinca Panjaitan ada dua jenis hukum yaitu ius constitutum atau hukum yang sedang berlaku dan ius constituendum atau hukum yang akan berlaku.
Mantan Menteri ESDM sekaligus tersangka dugaan kasus pemerasan Jero Wacik, seusai diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kalinya, di gedung KPK, Jakarta, Kamis 09 Oktober 2014. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum bekas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, Hinca Pandjaitan mengaku memiliki sedikit perbedaan dengan beberapa tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi lainnya yang juga mengajukan permohonan praperadilan.

Meski sama-sama menggugat penetapan tersangka oleh KPK yang tidak sah, Hinca mengklaim ada yang baru dalam materi permohonan praperadilan kali ini, yaitu penggunaan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sebagai dasar hukum tentang kewenangan praperadilan.

"Objek penetapan tersangka di dalam RUU KUHAP telah diakomodir dan menjadi salah satu norma yang merupakan bagian dari kewenangan lembaga 'Hakim Komisaris'," ujar Hinca saat membacakan materi permohonan praperadilan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Hakim Komisaris' yang dimaksud Hinca merupakan istilah 'praperadilan' yang telah diganti di dalam RUU KUHAP.

Menurut Hinca, ada dua jenis hukum yang dikenal dalam aturan hukum Indonesia, yaitu ius constitutum atau hukum yang sedang berlaku dan ius constituendum atau hukum yang akan berlaku.

"Ius constituendum yakni RUU KUHAP tadi itu mau dikatakan koreksi terhadap apa yang sudah terjadi. KUHAP kita itu kan tahun 1981. Semangat waktu membuat KUHAP tahun 1981 berbeda dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini," ujar Hinca.

Berbeda dengan Hinca, KPK menilai RUU KUHAP tidak dapat dijadikan dasar hukum dalam dalil materi permohonan praperadilan. Menurutnya, RUU tersebut belum sah sehingga tidak memiliki nilai kepastian hukum.

"RUU KUHAP sebagai KUHAP perspektif itu belum menjadi sumber hukum karena belum menjadi hukum positif," ujar anggota Biro Hukum KPK Yadyn.

Meski dianggap belum menjadi hukum positif, Hinca tetap berkeyakinan bahwa penetapan tersangka dapat diterima sebagai objek praperadilan karena berkenaan dengan konteks perlindungan hukum terhadap tersangka dari segala tindakan upaya paksa, seperti yang termaktub dalam Pasal 111 ayat 1 RUU KUHAP.

"Kami mempunyai keyakinan karena hakim bukan suara undang-undang, tetapi mencari keadilan. Kami menyediakan menu-menu itu agar ia mempertimbangkan," ujar Hinca.

Jero Wacik mengajukan praperadilan di PN Jakarta Selatan untuk menggugat penetapan tersangka terhadap dirinya oleh KPK yang ia nilai tidak sah karena bermuatan politis dan tidak melalui prosedur yang benar.

KPK menetapkan Jero sebagai tersangka pada 3 September 2014 atas dugaan tindak pidana korupsi pada kurun waktu 2011-2012 ketika menjabat sebagai Menteri ESDM.

Jero disangka melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 421 KUHPidana.

Selain itu, dalam pengembangan kasus, ternyata Jero juga diduga terlibat tindak pidana korupsi terkait anggaran di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2008-2011.

Akibat perbuatannya tersebut, KPK menduga negara mengalami kerugian hingga sekitar Rp 7 miliar. Jero kemudian disangka telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Baca juga: KPK akan Panggil Paksa Jero Wacik) (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER