Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah, Chairul Huda menyatakan bahwa hakim praperadilan dapat menguji perkara penetapan tersangka yang tidak sah lantaran memiliki wewenang untuk lakukan penemuan hukum.
"Hakim tidak dirancang menjadi corong undang-undang. Apa asas atau prinsipnya telah cukup diatur dalam aturan pasal? Kalau pasalnya belum ada, tetapi prinsipnya sudah ada, itu prinsipnya yang dipakai," ujar Chairul.
Pernyataan Chairul tersebut disampaikan saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli dari tim kuasa hukum bekas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (22/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski penetapan tersangka tidak secara eksplisit disebut sebagai objek praperadilan dalam Kitab Hukum Acara Pidana, namun Chairul mengatakan asas dan prinsip pembentukan KUHAP adalah untuk melindungi hak asasi manusia.
Atas dasar tersebut, Chairul berpendapat bahwa objek praperadilan dapat diperluas.
"Jadi praperadilan itu bisa diperluas sampai kepada bentuk pelanggaran hak asasi manusia oleh penegak hukum yang telah melampaui wewenangnya yang tidak sesuai undang-undang. Jalan masuknya ya hakim melakukan penemuan hukum," ujar Chairul menjelaskan.
Menurut Chairul, sejauh ini KUHAP belum mengakomodir perlindungan HAM secara menyeluruh. Ia mengatakan terdapat perbedaan terhadap penetapan tersangka dulu, ketika KUHAP dibuat, dan sekarang.
"Yang baru sekarang adalah konsekuensi saat seseorang menjadi tersangka. Dulu tidak diatur apabila jadi tersangka itu dinonaktifkan dari jabatan yang bersangkutan. Jadi perbedaannya ada konsekuensinya," ujar Chairul.
Kuasa hukum Jero kemudian mempertanyakan pendapat Chairul mengenai kekuatan Rancangan Undang-Undang sebagai sumber hukum di persidangan.
Pendapat ahli ini diperlukan untuk memperkuat dalil materi permohonan praperadilan Jero yang menggunakan RUU KUHAP sebagai dasar hukum kompetensi praperadilan.
Chairul kemudian menjawab bahwa RUU dapat dijadikan acuan jika dimaksudkan untuk memberi makna kepada UU yang telah ada.
"Jadi bukan menerapkan RUU dalam sebuah kejadian komplit. Tetapi RUU digunakan sebagai acuan untuk memberi makna hukum positif dengan mengacu pada hukum yang dicita-citakan," ujar Chairul.
Seperti diketahui, merujuk kepada Pasal 77 KUHAP, penetapan tersangka tidak termasuk ke dalam materi yang bisa digugat dalam sidang praperadilan.
Pasal 77 KUHAP menyebutkan, praperadilan hanya berwenang memeriksa sah atau tidak penangkapan dan penahanan; sah atau tidak penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.
Selain pasal di atas, kewenangan objek praperadilan juga diatur di dalam Pasal 82 ayat 1 huruf (b) jo Pasal 95 ayat 1 dan 2 KUHAP. Pasal tersebut telah mengatur secara limitatif kewenangan atau kompetensi praperadilan.
Sidang permohonan praperadilan Jero yang dipimpin oleh hakim tunggal Sihar Purba telah sampai pada tahap pembuktian. Rabu ini, giliran Jero melalui kuasa hukumnya mengajukan bukti saksi ahli dan saksi fakta, setelah pada Selasa (21/4) kemarin mengajukan bukti tertulis.
Selain Chairul Huda, kuasa hukum Jero akan menghadirkan pakar hukum tata negara dari Universitas Hasanuddin, Margarito Kamis sebagai saksi ahli. Pria kelahiran Ternate, Maluku Utara ini diketahui pernah menjabat sebagai staf khusus Menteri Sekretaris Negara dan juga turut serta sebagai panitia seleksi Komisioner KPK di Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara.
Sebelumnya, Chairul dan Margarito juga menjadi saksi ahli yang diajukan oleh kuasa hukum Budi Gunawan untuk memberikan keterangan di sidang praperadilan awal Februari lalu.
(hel)