Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor menolak nota keberatan yang diajukan kuasa hukum terdakwa kasus korupsi pengadaan TransJakarta tahun 2012 dan 2013, Udar Pristono. Jaksa menganggap, kuasa hukum salah mengutip dakwaan yang dibuat pada tanggal 25 Maret 2015.
"Jaksa berpendapat bahwa penasihat hukum tidak memberikan keberatan atau eksespi berdasarkan surat dakwaan tanggal 26 Maret 2015," kata jaksa Agustinus Herimulyanto saat membacakan tanggapan jaksa atas keberatan Udar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/4).
Alih-alih mengacu pada dakwaan teranyar, kuasa hukum justru salah mengutip dakwaan pada tanggal 25 Maret 2015. Dalam nota keberatan, kuasa hukum Udar memohonkan pembatalan dakwaan tersebut lantaran tidak cermat dan jelas. Padahal, dakwaan yang bakal digunakan untuk pemeriksaan dan sidang selanjutnya yakni berkas dakwaan tertanggal 26 Maret 2015.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami memohon majelis menolak keberatan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa, menyatakan surat dakwaan sah demi hukum, dan melanjutkan persidangan perkara atas nama terdakwa Udar," katanta.
Merujuk berkas dakwaan, bekas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta tersebut dinyatakan menerima gratifikasi yang nilainya mencapai Rp 6,5 miliar. Jaksa Victor Antonius menjelaskan gratifikasi diterima Udar ssjak tahun 2010 hingga tahun 2014.
Duit tersebut disimpan dalam tabungannya di Bank Mandiri Cabang Cideng senilai Rp 4,64 miliar dan Bank BCA Cabang Cideng sebanyak Rp 1,87 miliar. Udar memerintahkan stafnya, Suwandi untuk mnyetor duit tunai pada kedua bank tersebut untuk ditabung.
Pada tahun 2010, duit disetor selama bulan Agustus hingga Desember. "Jumlah tabungan Rp 423,5 juta," ujar jaksa. Selanjutnya, pada tahun 2011, duit disetor darj bukan Januari hingga Desember dengan total Rp 1,301 miliar.
Lebih lanjut, penyetoran duit tetap dilakukan pada tahun 2012 sebanyak Rp 1,6 miliar sejak Januari hingga Desember. Setahun berikutnya, penyetoran masih rutin dilakukan hingga akhir tahun yang nilainya mencapai Rp 2,56 miliar. Pada tahun 2014, Udar tetap menerima duit tersebut dan disetorkannya pada dua rekening yang berbeda sekitar Rp 594 juta. "Terdakwa tidak pernah melaporkan penerimaan uang sebagai barang hasil gratifikasi," ujarnya.
Jumlah tersebut tak sesuai dengan profil Udar selaku Pegawai Negeri Sipil. Duit penghasilan sebagai pegawai negeri dan pengguna anggaran selama tahun 2010 yakni sebesar Rp 75 juta. Pada tahun 2011, Udar menerima duit gaji Rp 80,4 juta ditambah tunjangan kinerja daerah Rp 22,08 juta. Tahun berikutnya, penghasilan Udar yakni Rp 86,5 juta ditambah dengan tunjangan senilai Rp 25,9 juta. Pada tahun 2014, duti yang dikantungi Udar dari pemerintah daerah gaji Rp 90,3 juta ditambah tunjangan Rp 25,9 juta. Selanjutnya, Udar menerima Rp 90,3 juta dan tunjangan Rp 25,9 juta selama tahun 2014.
Atas tindakan tersebut, Udar didakwa melanggar Pasal 12B ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
(pit)