Menteri Tedjo: Presiden Jokowi Minta KPK-Polri Tak Gaduh

Resty Armenia | CNN Indonesia
Selasa, 05 Mei 2015 22:38 WIB
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan penahanan atas penyidik KPK sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Wakil Ketua Kompolnas Tjahjo Kumolo dan Ketua Kompolnas Tedjo Edhy Purdijatno hadir dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III mengenai pencalonan Kapolri pada Selasa (14/4). (CNN Indonesia/ Christie/ Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pemimpin yang tidak suka kegaduhan. Hal ini ia sampaikan terkait polemik yang terjadi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri yang berseteru menyusul penangkapan penyidik lembaga antirasuah Novel Baswedan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Kabareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso (Buwas) sebelumnya memang mendapat kritik dan kecaman dari berbagai pihak setelah menangkap Novel dan dinilai melewati kewenangan Presiden atas manuvernya itu. Sebagai Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Tedjo menilai bahwa jika ada hal yang perlu diperbaiki, maka harus diluruskan dan dilakukan perbaikan sebelum akhirnya ditindaklanjuti.

"Presiden tidak mencampuri urusan yang terkait dengan masalah hukum, proses hukum. Tapi Beliau tidak menyukai ada kegaduhan. Beliau menyukai semua tenang, tetap berjalan, sehingga tidak mengganggu situasi tenang menjadi gaduh," ujar Tedjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (5/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tedjo pun berpendapat bahwa Buwas dan pihak kepolisian sudah melakukan tindak lanjut sesuai dengan perintah Presiden Jokowi agar tidak terjadi kegaduhan. "Tidak ada kegaduhan. Itu kemarin karena ada informasi penahanan. Itu tidak perlu," kata dia.

"Buwas sudah melaksanakan perintah Presiden dengan tidak menahan. Kompolnas tidak menilai kinerja itu, Kapolri yang menilai. Kami hanya melihat kalau ada yang kurang pas, kami luruskan. Kemudian kalau ada informasi dan masukan, kami serahkan kepada Polri," ujar dia melanjutkan.

Tedjo beranggapan bahwa manuver yang dilakukan Buwas adalah sikap yang wajar sebagai Kabareskrim. "Menurut saya memang seorang penyidik begitu. Kalau ada pelanggaran tidak diusut, salah juga. Yang penting proses hukum, Presiden sudah katakan, tetap berlanjut, tapi jangan menimbulkan kegaduhan," kata dia.

Sebelumnya, Novel dijerat oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri atas perkara yang terjadi 11 tahun silam. Ia dijadikan tersangka oleh Polres Bengkulu sejak 1 Oktober 2012 atas dugaan penganiayaan seorang pencuri sarang burung walet hingga tewas pada 2004. Saat itu ia menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu.

Pada Jumat (1/5) dini hari lalu Novel ditangkap di rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ia dibawa oleh tim penyidik ke kantor Bareskrim Mabes Polri dan langsung menjalani pemeriksaan. Di sana ia enggan memberikan jawaban lantaran belum didampingi penasehat hukumnya.

Kemudian di hari yang sama, sebelum ibadah salat Jumat, Novel dibawa ke Markas Korps Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok. Saat itu ia sempat mengenakan seragam oranye tahanan polisi. Tangannya pun diikat penyidik, bukan dengan borgol tetapi dengan tali.

Kasus Novel ini rentetan ketegangan antara KPK dan Polri. Ketegangan ini dimulai dengan ditetapkannya Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus rekening gendut oleh KPK sesaat setelah Presiden Jokowi menyebut namanya sebagai calon kapolri.

Kemudian penetapan ini berlanjut dengan ditetapkannya pimpinan KPK, Bambang Widjojanto sebagai tersangka kasus perintah memberikan kesaksian palsu saat sidang sengketa Pilkada Kota Waringin Barat di Mahkamah Konstitusi dan Abraham Samad sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER