Jakarta, CNN Indonesia -- Meski diduga masih mengendalikan peredaran narkotik dari balik jeruji besi, terpidana mati Freddy Budiman belum juga bisa dieksekusi. Bahkan, seandainya Polri yang menangani kasus Freddy meminta eksekusi dipercepat pun.
Ketika ditanya apakah Polri telah mengajukan permintaan percepatan eksekusi, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana tak menjawab langsung. Namun, dia memastikan eksekusi belum dapat dilakukan terhadap sang bandar besar. "Ada atau tidak permintaan, sampai hari ini belum bisa dieksekusi karena hak hukumnya belum digunakan," kata Tony, Kamis (7/5).
Walau demikian, tanpa permintaan Polri sekalipun, Kejaksaan akan langsung mengeksekusi Freddy jika dia sudah menyatakan siap dieksekusi dan tidak akan menggunakan hak hukumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bikin pernyataannya, tidak akan mengajukan PK (peninjauan kembali), tidak akan menggunakan haknya untuk grasi, maka akan kami eksekusi. Prioritas itu," kata Tony.
Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan pihak Polri pun belum bisa memastikan akan meminta percepatan eksekusi terhadap Freddy. Korps Bhayangkara menilai pelaksanaan eksekusi berada sepenuhnya berada dalam domain Kejaksaan Agung selaku eksekutor.
Freddy adalah otak pengiriman narkotik pada 2012. Dia dicokok setelah anak buahnya tertangkap Badan Narkotika Nasional ketika hendak menyelundupkan 1,4 juta pil ekstasi dari Tiongkok.
Dari penangkapan terungkap penyelundupan tersebut dilakukan atas perintah Freddy. Padahal kala itu Freddy telah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang.
Berselang satu tahun, Freddy akhirnya dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat atas dakwaan menjadi otak penyelundupan. Dia sempat mengajukan peninjauan kembali atau grasi, namun tidak berhasil mendapatkannya.
Freddy lalu dipindahkan ke Nusakambangan. Di penjara yang diklaim paling aman di Indonesia, ulah Freddy malah kian jadi. Dia masih menjalankan bisnis narkotiknya. Hebatnya lagi, bisnis itu dilakukan di Penjara Cipinang, tempat dia dulu juga mengelola bisnis narkotiknya.
Sementara itu, cerita berbeda menimpa terpidana mati asal Nigeria yang telah dieksekusi akhir Maret lalu, Silvester Obiekwe Nwolise. Badan Narkotika Nasional mengajukan permintaan kepada Kejaksaan Agung agar nama Silvester dimasukkan ke dalam daftar eksekusi Maret.
Akhirnya, Jaksa Agung HM Prasetyo menyetujui permintaan itu dan menyertakannya bersama tujuh orang terpidana lain.
Silvester adalah warga negara Nigeria yang divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada 2004 lalu. Meski badannya dikurung dan diasingkan di balik terali sebuah penjara di Pulau Nusakambangan, dia masih saja mampu mengendalikan lalu lintas narkotik. Terakhir ia kepergok masih menjalankan bisnis haramnya itu pada akhirJanuari lalu.
(sip)