Jakarta, CNN Indonesia -- Komisioner Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh mengatakan pihaknya bakal menelusuri potensi dugaan pelanggaran kode etik hakim pemutus gugatan Partai Golkar, Teguh Satya Bhakti. Penelusuran dilakukan setelah KY menerima salinan putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur.
"Segera setelah baca putusan, kita akan rapat di KY apa tindakan selanjutnya. Syukur kalau belum selesai baca putusan, sudah ada laporan masuk jadi bisa cepat ditangani," kata Imam di Gedung MA, Jakarta, Selasa (19/5). (Baca:
Golkar Agung Siap Laporkan Hakim yang Menangkan Ical ke KY)
Sejauh ini, Imam menyampaikan, belum ada laporan tertulis soal dugaan pelanggaran kode etik oleh Hakim Teguh. "Baru ada laporan lisan dari salah satu pihak. Kami maunya laporan tertulis. Kalau ada laporan dari pihak siapa pun yang merasa ada indikasi pelanggaran kode etik, KY akan menindaklanjuti," tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama sidang berlangsung pada Senin (18/5), KY turut memantau. "Belum ada catatan rekam jejak Hakim Teguh ada pelanggaran. Semua baik-baik saja," ucapnya.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menilai putusan Hakim Teguh menyalahi wewenangnya. (Baca:
Menteri Yasonna Nilai Hakim Gugatan Golkar Salahi Wewenang)
"Tampaknya hakimnya terlalu bersemangat. (Seharusnya hakim) hanya (memutus) soal SK Menkumham tanggal 23 Maret itu, tidak merembet ke mana-mana. TUN tak berwenang menilai apa yang sudah diputuskan Mahkamah Partai. Itu di luar kewenangan TUN. TUN seharusnya hanya menilai apa saya sudah memutuskan sesuai dengan Keputusan MPG atau tidak," ujar Yasonna.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menilai Yasonna telah mencampuri urusan internal Partai Golkar dengan cara menerbitkan keputusan menteri yang mengesahkan kepemimpinan kubu Agung Laksono. (Baca:
PTUN Menangkan Kubu Aburizal Bakrie)
Dalam putusan, Hakim Ketua Teguh Setya Bhakti menyebut Agung Laksono, sebagai pihak tergugat, telah memaksakan kehendak dengan cara mengajukan surat keputusan sepihak mengenai AD/ART dan kepengurusan partai tanpa melakukan pembenahan terlebih dahulu di internal partai.
"Menkumham telah dibiarkan menafsirkan keputusan Mahkamah Partai yang belum final dan mengikat. Hal ini bisa dianggap sebagai perbuatan tercela tanpa mempertimbangkan kondisi sosial dan politik," kata Hakim Teguh saat membacakan pertimbangan putusannya di PTUN, Jakarta Timur, Senin (18/5).
SK Menkumham yang mengesahkan kepengurusan kubu Agung diterbitkan pada Maret lalu. Merujuk petikan Surat Keputusan yang diterima CNN Indonesia, Yasonna mengesahkan permohonan perubahan AD/ART serta komposisi dan personalia DPP Partai Golkar dengan kedudukan kantor tetap di Jalan Anggrek Nelly Murni, Jakarta.
SK merupakan jawaban atas permohonan pengesahan kepengurusan yang diajukan Ketua Bidang Hukum DPP Golkar Lawrence Siburian versi Munas Jakarta kubu Agung. "Kami memutuskan sesuai amar keputusan Mahkamah Partai yang mengabulkan untuk menerima hasil DPP Partai Golkar dari Munas Ancol secara selektif di bawah kepemimpinan Agung Laksono," ujar ujar Yasonna kala itu.
Pengambilan keputusan berdasarkan pasal 32 ayat 5 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang menyatakan putusan mahkamah partai bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.
Sesuai dengan keputusan Mahkamah Partai Golkar nomor 01/P1-GOLKAR/III/2015 nomor 02/P1-GOLKAR/III/2015 dan nomor 03/P1-GOLKAR/III/2015, Mahkamah Partai mengabulkan untuk menerima kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol secara selektif di bawah kepemimpinan Agung Laksono.
(obs)