BCA Jadi Bank Persepsi dalam Kasus Payment Gateway

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Kamis, 21 Mei 2015 15:02 WIB
Pihak kepolisian menyatakan yang menjadi masalah perusahaan rekanan membuka rekening yang digunakan menampung aliran dana wajib bayar pemohon paspor.
Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiatmadja usai menghadiri peluncuran logo Laku Pandai di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Kamis (26/3). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse dan Kriminal Polri Brigadir Jenderal Ahmad Wiyagus menyebut Bank Central Asia (BCA) digunakan sebagai bank persepsi dalam kasus dugaan korupsi pada pengadaan sistem pembayaran paspor elektronik Payment Gateway di Kementerian Hukum dan HAM.

Oleh karena itu, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap Direktur Utama BCA Jahja Setiatmadja, pada Rabu (20/5) kemarin. "Iya, kaitannya BCA menjadi bank persepsi," ujarnya singkat saat ditemui di Markas Besar Polri, Jakarta, Kamis (21/5).

Pihak kepolisian mengatakan yang menjadi masalah dalam kasus ini adalah pihak perusahaan rekanan membuka rekening yang digunakan untuk menampung aliran dana dari wajib bayar pemohon paspor sebelum masuk ke dalam kas negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang menyatakan seluruh penerimaan negara bukan pajak wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara.

Merujuk kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2006, bank persepsi adalah bank umum yang ditunjuk untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri dan penerimaan bukan pajak. Bank tersebut semestinya ditunjuk Menteri Keuangan.

Hal tersebut sempat dipermasalahkan Kementerian Keuangan, seperti tercantum dalam surat Nomor S-615 MK/.02 /2014 tanggal 15 September 2014 yang salinannya diterima CNN Indonesia.

"Pembayaran PNBP melalui sistem Payment Gateway Kemenkumham, dananya terlebih dahulu ditampung dalam rekening pihak ketiga yang mengakibatkan tertundanya penyetoran penerimaan negara ke kas negara sehingga mengurangi potensi mendapatkan renumerasi atas penempatan uang negara di Bank Indonesia," tulis Kementerian Keuangan dalam surat tersebut.

"Perlu kami sampaikan kembali bahwa wajib bayar/wajib setor tidak diperkenankan dibebani biaya tambahan di luar yang telah diatur dalam PP tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kemenkumham," bunyi surat yang ditandatangani mantan Menteri Keuangan Chatib Basri itu lebih lanjut. Sementara itu, dalam sistem ini wajib bayar dikenai biaya tambahan sebesar Rp5.000.

Sementara itu, bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang kini sudah berstatus tersangka dalam kasus ini belum berhasil dihubungi untuk dimintai tanggapannya. Kuasa hukum Denny, Defrizal Djamaris, ketika dihubungi CNN Indonesia mengaku belum berdiskusi dengan kliennya sehingga belum bisa berkomentar apa-apa.

Sebelum Denny mencetuskan proyek Payment Gateway, Kementerian Keuangan sudah mempunyai sistem penerimaan negara bukan pajak yang disebut Simponi. Sistem tersebut, merujuk pada laman Kemenkeu.go.id, menyediakan layanan bagi wajib bayar untuk menyetor melalui berbagai layanan pembayaran seperti teller, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Electronic Data Capture (EDC) maupun internet banking.

Layanan tersebut kurang lebih serupa dengan yang ditawarkan dalam program Payment Gateway. Hanya saja, dalam layanan Payment Gateway, wajib bayar dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 5.000. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER