Di dalam rumah selepas kepergian Habibie, Soeharto memerintahkan Yusril Ihza Mahendra menyusun naskah pidato pengunduran dirinya. Soeharto menuruti Saadillah Mursjid yang membawa serta Yusril karena dianggap memiliki ilmu dan pengetahuan mumpuni mengenai hukum. "Supaya pengunduran diri beliau sesuai dengan peraturan yang ada," tutur Suweden.
Malam-malam menjelang Soeharto lengser, tamu yang datang bolak-balik ke Cendana hanya Yusril dan Mursjid. Apalagi setelah Soeharto mendengar bahwa 14 menteri menolak masuk dalam Kabinet Reformasi. Soeharto tak lagi mau membuka komunikasi dengan orang-orang yang dulu sangat dekat dengannya.
Pada pagi hari Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto beraktivitas seperti biasa. Setelah sarapan, Soeharto diantar Mercy bernomor polisi RI 1 menuju Istana Negara, Jakarta. Namun Suweden dibuat terkejut lantaran sang presiden memilih mengenakan pakaian sipil harian. "Beliau biasanya pakai jas. Saya kaget. Kok beliau pakai PSH, tapi saya tidak mungkin bertanya," ceritanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tiba di Istana Negara, Soeharto melangkah menuju Ruang Jepara dan mendapati sejumlah tokoh sudah berkerumun di dalam ruangan. Di tangannya, pria kelahiran Desa Kemusuk, 8 Juni 1921, itu sudah membawa surat yang akan dibacakan di hadapan seluruh rakyat Indonesia lewat siaran televisi.
Saat itulah Suweden melihat sang presiden mencoret sendiri kata "mengundurkan diri" yang ada di dalam surat tersebut menjadi "berhenti dari jabatan saya sebagai presiden". Keputusan yang tak pernah diketahui sebelumnya oleh semua orang yang ada di ruangan itu, termasuk Yusril sebagai penyusun naskah pidato Soeharto.
"Akhirnya saya tahu persis beliau memang akan mundur itu ya saat beliau membacakan surat pengunduran diri itu, hari itu," kata Suweden.