LIPUTAN KHUSUS

Soeharto Sampai Mati Tak Mau Bertemu Habibie

Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Kamis, 21 Mei 2015 16:44 WIB
Saat menonton televisi yang mengkritik kebijakannya, Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto bertanya lirih, "Masa iya saya tidak ada baiknya?"
Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto. (Detik Foto/Dikhy Sasra)
Hari-hari setelah lengser keperabon, Soeharto banyak menghabiskan waktu di rumah. Tamu-tamu hilir mudik di Cendana, mulai politisi, pejabat pemerintah, hingga rekan sejawat. Soeharto masih tetap seperti biasa, tak banyak bicara dan bercerita.

Hingga pada suatu hari di tahun 1998, Soeharto diserang stroke. Dia makin sedikit bicara. Suweden masih menjadi satu-satunya orang yang berada dalam jarak paling dekat dengan sang mantan presiden. Dia mengurusi segala kebutuhan Soeharto dari ujung rambut sampai ujung kaki, siaga setiap waktu dibutuhkan, mulai urusan pribadi hingga dalam hal kesehatan.

Atas saran dokter yang merawat sakitnya, Soeharto diminta untuk terus menonton televisi setelah saraf otak kecil di bagian kiri belakang kepalanya terserang sakit. Tujuan dokter, agar saraf otak Soeharto tetap terlatih dan terbiasa untuk berpikir. Hal ini juga akan membantu proses penyembuhan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti hari-hari menjelang lengser, berita televisi hari itu masih meneriakan kesalahan Soeharto, penyebab krisis ekonomi, dan mengkritisi kebijakan pemerintah di bawah kekuasaannya.

"Masa iya tidak ada baiknya." kata Suweden menirukan tanggapan Soeharto atas berita televisi hari itu. "Suara Pak Harto terputus-putus saat nyeletuk begitu karena sudah stroke. Saya nelangsa dengernya," Suweden mengenang.

"Memang benar. Masa iya semua kebijakan Pak Harto negatif atau buruk. Pasti ada baiknya. Tapi yang dibicarakan sebelum sampai setelah Pak Harto lengser itu semua hal buruk, semua kritik," katanya. (rdk)

HALAMAN:
1 2 3 4
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER