Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengisyaratkan bahwa pemerintah masih mempertimbangkan usulan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu yang berkukuh mendesak pemerintah membentuk pengadilan HAM ad-hoc.
Sebelumnya, sebagian keluarga korban menolak wacana pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang akan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). Menurut mereka, mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu melalui KKR hanya akan melanggengkan impunitas atau pengampunan bagi para pelaku. (Baca:
KontraS: Komite Rekonsiliasi Tak Bisa Hapus Pengadilan HAM)
"Dalam ratas diminta kajian dari Kemenkumham, Kemenpolhukam, Jaksa Agung, untuk penyelesaian (kasus) HAM masa lalu. Nanti akan disampaikan oleh Menkopolhukam (soal) solusi justisia dan non yang bisa dilakukan pemerintah dan Komnas HAM," ujar Andi saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (3/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Andi menyangkal penyelesaian persoalan ini harus dilakukan sebelum 17 Agustus 2015. "Enggak, tak ada timeline itu. Diselesaikan secepat-cepatnya untuk menuntaskan penasaran. Setelah rapat minggu lalu belum ada rapat lagi, jadi belum tahu," kata dia.
Pasal 47 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM memang memberikan opsi kepada pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum tahun 2000 melalui KKR.
Pada 2004 pemerintah dan DPR lantas menerbitkan dasar hukum pembentukan lembaga ini melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004. Belum sempat dibentuk, Mahkamah Konstitusi menyatakan beleid tersebut bertentangan dengan konstitusi.
Melalui putusan bernomor 006/PUU-IV/2006, MK berpendapat undang-undang tersebut tidak dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi para korban terkait mekanisme pemberian kompensasi dan rehabilitasi.
Belakangan, pemerintah kembali berusaha mengimplementasikan mekanisme KKR. Sebuah tim yang terdiri dari Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian serta Kepala Badan Intelejen Negara dibentuk.
Jaksa Agung Prasetyo sebelumnya memaparkan, fokus tim ini tertuju pada tujuh kasus pelanggaran HAM berat, seperti Peristiwa Talangsari, Kerusuhan Mei 1998 dan Peristiwa Gerakan 30 September 1965.
"Ini perlu pembahasan mendalam, tapi intinya bagaimana kasus-kasus pelanggaran HAM berat ini bisa diselesaikan tuntas, sehingga beban masa lalu itu bisa kita akhiri tanpa harus menyalahkan satu sama lain," ujarnya, Selasa (24/4).
(obs)