Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham 'Lulung' Lunggana menjelaskan maksud perkataannya yang mengatakan agar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengundurkan diri dari jabatannya sebelum dimakzulkan melalui pengguliran Hak Menyatakan Pendapat (HMP) oleh lembaga dewan di ibu kota.
Menurut Lulung, dirinya mendorong Ahok—sapaan Basuki—untuk mengundurkan diri karena banyak anak buahnya di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang terbukti terlibat dalam kasus korupsi di ibu kota selama ini.
"Maksud saya itu, Ahok itu lebih baik mengundurkan diri kalau memang mau serius menegakkan korupsi. Karena anak buahnya kan korupsi semua di eksekutif," ujar Lulung ketika dihubungi, Kamis (4/6). (Baca juga:
Lulung: HMP ke Pemakzulan Sekitar Sebulan, Ahok Mundur Saja)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Politisi PPP itu juga mengatakan bahwa dirinya tidak mau menanggapi komentar Ahok yang menginginkan dirinya masuk ke dalam penjara karena terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan
Uninterruptible Power Supply (UPS) pada APBD 2014.
"Saya sih tidak mau menanggapi. Tapi jangan seolah-olah polisi tidak bisa mengungkap kasus UPS itu dong," kata Lulung.
Dalam kasus UPS, polisi sudah menetapkan
pejabat pembuat komitmen Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman dan pejabat pembuat komitmen Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat Zaenal Soleman sebagai tersangka.
Lalu ada kasus korupsi lain, yakni pengadaan bus TransJakarta. Pada kasus ini, ada bekas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono yang menjadi terdakwa . Sementara
Drajat Adhyaksa, pejabat Pembuat Komitmen Pengadaan Bus Peremajaan Angkutan Umum Reguler dan Armada Bus dan Setyo Tuhu, ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Bidang Pekerjaan Konstruksi I Dinas Perhubungan DKI Jakarta sudah jadi terpidana. Keduanya sudah divonis sembilan dan enam tahun. Itu untuk pengadaan Bus TransJakarta 2013.
Sementara untuk kasus TransJakarta 2012, selain Udar, Kejagung sudah menetapkan tiga tersangka lain, yaitu Gusti Ngurah Wirawan, Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Dishub DKI Jakarta dan Hasbi Hasibuan, mantan pegawai Dishub DKI Jakarta.Ahok sebelumnya menyarankan Lulung agar segera memasukkan dirinya ke penjara karena ia terkait dalam kasus korupsi pengadaan UPS pada APBD 2014. Status hukum Lulung sendiri sampai saat ini masih sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan UPS tersebut.
"Ya kalau begitu Pak Lulung daripada Bareskrim susah-susah panggil kamu repot, lebih baik kamu mengurungkan diri (dalam penjara) sendiri. Daripada polisi susah-susah mencari barang bukti lagi, kenapa tidak mengurungkan diri saja ke penjara," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta. (Baca juga:
Ahok: Lulung Sebaiknya Mengurung Diri Sendiri di Penjara)
Wacana HMP ini memang bergulir kemarin usai Rapat Pimpinan Gabungan DPRD DKI Jakarta. HMP ini muncul sebagai tindak lanjut dari Hak Angket yang telah digulirkan sebelumnya. Hasil dari Hak Angket itu adalah menyatakan Ahok bersalah, memiliki etika yang tidak pantas sebagai kepala daerah, dan meminta agar Pimpinan DPRD DKI Jakarta segera menindaklanjuti temuan pansus angket tersebut.
Hak Angket terhadap Ahok dipicu oleh konflik antara DPRD DKI Jakarta dengan Ahok terkait penyusunan APBD DKI Jakarta 2015. Ahok mengirimkan RAPBD DKI Jakarta ke Kementerian Dalam Negeri bukan dari hasil pembahasan dengan DPRD DKI Jakarta. Ahok menilai RAPBD yang dibahas bersama Dewan banyak anggaran siluman.
DPRD kemudian menggulirkan Hak Angket yang kemudian dibalas Ahok dengan melaporkan dugaan anggaran siluman di APBD DKI Jakarta 2014 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun kasus ini kemudian ada yang melaporkan ke Polda Metro Jaya sebelum akhirnya diambil alih oleh Mabes Polri. Salah satu buah dari laporan Ahok adalah diungkapnya kasus korupsi UPS (
uninterruptible power supply) yang telah menetapkan dua tersangka. Sedang Lulung masih menjadi saksi meski telah beberapa kali diperiksa Mabes Polri, termasuk penggeledahan atas ruangannya.
Urusan HMP memiliki efek yang besar bagi Ahok terkait posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 80 disebutkan jika DPRD sepakat menggelar HMP, maka hanya tinggal beberapa langkah lagi seorang gubernur atau wakil gubernur bisa dimakzulkan atau diberhentikan. Jika paripurna HMP gagal, otomatis gugur pula Hak Menyatakan Pendapat itu.
Namun jika hasil Paripurna HMP menyatakan gubernur atau wakil gubernur bersalah atas persoalan yang ditetapkan DPRD kepadanya, maka hasil itu akan diserahkan ke Mahkamah Agung (MA). MA harus memberikan keputusan atas hasil paripurna DPRD itu. Jika MA menyatakan gubernur atau wakil gubernur tidak bersalah, otomatis proses pemakzulan berhenti.
Akan tetapi, jika MA sepakat dengan keputusan paripurna, maka MA akan mengembalikan keputusan itu ke DPRD. Dengan bekal keputusan MA, DPRD kemudian menyampaikan usulan kepada Presiden untuk memberhentikan gubernur dan wakil gubernur. Presiden wajib memberhentikan gubernur atau wakil gubernur itu paling lambat 30 hari sejak menerima usulan pemberhentian dari DPRD. (Baca juga:
Megawati dan PDIP Masih Mau Jadi Tameng, Ahok Aman).
BACA FOKUS:
Soal Ahok dan Gaya Bicaranya (hel)