Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Bambang P.S Brodjonegoro mengaku tidak mengetahui rencana kedatangan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri ke Kantor
Kementerian Keuangan di Gedung Juanda I, Jakarta pada Senin (8/6).
Kedatangan Bareskrim tersebut dalam rangka memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait kasus dugaan korupsi kondensat bagian negara yang melibatkan BP Migas dengan TPPI. Pemeriksaan akan dilakukan di kantor Kementerian Keuangan.
"Kali, nggak tahu ya. Saya baru datang," ujar Bambang ketika dicegat para awak media sebelum memasuki kantornya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Bambang mengaku pihaknya akan mematuhi prosedur yang berlaku. "Nanti kita ikuti saja sesuai prosedur," katanya singkat.
Menurut sumber CNN Indonesia di Kementerian Keuangan, pemeriksaan dan verifikasi dokumen digelar di bekas ruang kerja Sri Mulyani di Gedung Juanda I. Hingga berita ini dibuat, belum ada satupun dari pihak Bareskrim dan Kemenkeu yang bisa dimintai keterangan lebih lanjut. (Baca juga:
Bareskrim Polri Periksa Mantan Menkeu Sri Mulyani Hari Ini)
Badan Reserse Kriminal Mabes Polri sendiri memyatakan akan memeriksa Menteri Keuangan era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu hari ini. Sri Mulyani akan dimintai keterangan sebagai saksi seputar kasus dugaan korupsi kondensat yang melibatkan SKK Migas dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama.
Keterangannya diperlukan karena Polri menilai sebagai Menkeu saat itu Sri Mulyani mengetahui seluk-beluk penunjukan PT TPPI oleh SKK Migas (saat itu masih BP Migas) untuk menjual kondensat bagian negara.
Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Komisaris Besar Viktor Simanjuntak, Sri Mulyani selaku Menkeu saat itu menandatangani surat persetujuan cara pembayaran kondensat. "Hari ini Sri Mulyani diperiksa. Rencananya di Bareskrim. Waktu pemeriksaannya belum saya cek,” kata Viktor Simanjuntak kepada CNN Indonesia. (Baca juga:
Kasus Korupsi Kondensat, BPK Permasalahkan Cara Pembayaran)
Surat pemanggilan terhadap Sri Mulyani yang saat ini berdiam di Washington, Amerika Serikat, menyusul jabatannya sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, telah dilayangkan lewat Kedutaan Besar RI di AS sejak pekan lalu. Polri bahkan bersedia mengirim sejumlah penyidik ke AS jika Sri Mulyani amat sibuk sehingga sulit kembali ke tanah air.
“Kami mau tanya cara pembayaran apa itu, apakah sudah ada kontrak kerja antara SKK Migas dengan TPPI sehingga disetujui,” kata Viktor. Setahunya, ujar Viktor, Sri Mulyani, menandatangani persetujuan hanya berdasarkan surat-surat dari TPPI dan SKK Migas, bukan berdasarkan kontrak kerja. (Baca juga:
Penyidik Sebut eks Kepala SKK Migas Tunjuk Langsung TPPI)
Mantan anak buah Sri Mulyani yakni mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu yang telah diperiksa lebih dulu oleh Bareskrim Polri, menegaskan Kemenkeu sama sekali tak terlibat kasus kondensat. Menurutnya, penunjukan langsung TPPI oleh SKK Migas tak ada terkait dengan tugas pokok Kemenkeu.
Mengenai posisi Sri Mulyani, ujar Anggito, Menkeu hanya berperan sebagai bendahara umum keuangan negara dan tak terlibat dalam penunjukan langsung TPPI karena penunjukan TPPI merupakan hasil kajian SKK Migas.
Kasus dugaan korupsi kondensat ini bermula saat TPPI menjual kondensat bagian negara dari SKK Migas, Mei 2009. Hingga Maret 2010, proses penjualan justru mengakibatkan piutang sekitar US$160 juta atau Rp 2 triliun. Meski begitu, proses penjualan kondensat terus dilanjutkan hingga piutang makin membengkak.
Penunjukan langsung TPPI sebagai mitra penjualan SKK Migas juga dipersoalkan lantaran perusahaan itu sedang dalam kondisi tak sehat secara finansial sehingga tidak layak dijadikan mitra penjualan.
(hel)