Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) memeriksa mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF) Anggito Abimanyu terkait dugaan korupsi penjualan kondensat bagian negara.
Usai menjalani pemeriksaan, Kamis siang (4/6), pria yang juga mantan Direktur Jenderal Haji dan Umroh itu menyatakan Kementerian Keuangan sama sekali tidak terlibat dalam kasus tersebut.
"Saya bilang BKF itu tidak ada kaitannya dengan tupoksi tata cara pembayaran. Saya hanya memberikan pendapat bahwa substansi korupsi terhadap penunjukan langsung itu tidak ada kaitan sama sekali dengan tugas pokok Kementerian Keuangan," ujarnya kepada wartawan. (Baca juga:
Diperiksa 5 Jam, Bekas Dirjen Migas ESDM: Saya Sudah Pensiun)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menjelaskan, dalam hal ini Sri Mulyani yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan hanya berlaku sebagai bendahara umum keuangan negara dan tidak terlibat dalam penunjukkan langsung.
"Pokoknya kalau ada bagian negara melakukan penjualan itu hasilnya harus masuk ke kas negara, baik itu langsung atau tidak langsung," ujarnya. "Yang melakukan pengkajian dalam hal ini adalah BP Migas (Badan Pengelola Minyak dan Gas, sekarang SKK Migas)."
Penasihat hukum Anggito, Didik Hariyanto, dalam kesempatan yang sama juga menjelaskan, Kementerian Keuangan hanya menyetujui skema pembayaran dalam penjualan kondensat BP Migas oleh PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
"Sekadar pembayaran soal penjualan kondensat, hanya menyetujui skema pembayaran dari calon pembeli kepada kas negara dan tidak ada masalah itu, biasa dalam proses transaksi bisnis," ujarnya.
Dia menegaskan, Sri Mulyani tidak menyetujui penjualan kondensat maupun penunjukan langsung TPPI oleh BP Migas. "Sama sekali tidak ada, Menteri Keuangan hanya menyetujui usulan skema pembayaran dan syaratnya tetap harus lunas, siapa yang beli harus bayar." (Baca juga:
Penyidik Sebut eks Kepala SKK Migas Tunjuk Langsung TPPI)
Dia juga memastikan Sri Mulyani akan memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan. Namun, untuk informasi detilnya, dia mengaku belum tahu.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Viktor Simanjuntak mengatakan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan saat itu menandatangani surat persetujuan cara pembayaran kondensat.
Dia menjelaskan, seharusnya, penandatanganan surat persetujuan cara pembayaran dilakukan berdasarkan surat kontrak kerja. Namun, dalam kasus ini, Sri menandatangani surat tersebut berdasarkan surat-surat dari TPPI dan BP Migas. (Baca juga:
Diperiksa Bareskrim, Raden Priyono Salahkan Pemerintah)
Hal-hal tersebut, menurutnya, akan dipertanyakan dalam pemeriksaan Sri yang rencananya akan diadakan 10 Juni mendatang.
"Kami ingin tahu, ada masalah apa ini," ujar Viktor.
Sri Mulyani menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 2005 - 2010, saat dugaan tindak korupsi terjadi. Posisinya itu memungkinkan dia untuk mengetahui seluk beluk perkara kasus ini. Saat ini Sri Mulyani menjabat sebagai Managing Director World Bank (Direktur Pelaksana Bank Dunia) yang kantor pusatnya berada di Washington, Amerika Serikat.
Dalam kasus ini, polisi menyatakan telah menetapkan tiga orang tersangka, yakni DH, HW dan RP. Sejauh ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap bekas Kepala BP Migas Raden Priyono dan Djoko Harsono mantan Deputi Finansial dan Pemasaran BP Migas. Ketika ditemui usai pemeriksaan, keduanya mengaku hanya berstatus sebagai saksi.
Sementara itu, pemilik lama TPPI, Honggo Wendratno, kembali tidak bisa memenuhi panggilan penyidik, hari ini. Menurut Viktor, dia masih berada di Singapura dan hendak menjalani operasi jantung. "Kami sudah dapat surat dari dokter dari Singapura," ujarnya.
Kasus ini berawal saat TPPI menjual kondensat bagian negara dari BP Migas, Mei 2009 silam. Hingga Maret 2010, proses penjualan justru mengakibatkan piutang kurang lebih sebesar US$160 juta atau Rp2 triliun. Belum lagi, proses penjualan terus dilanjutkan hingga piutang tersebut semakin membengkak. (Baca juga:
Polri Ungkap Tiga Pelanggaran Kasus Korupsi SKK Migas)
Selain itu, Viktor menyebut Kepala BP Migas menunjuk langsung TPPI sebagai mitra penjualan dalam kasus ini. Padahal, menurut Viktor, sudah diketahui perusahaan tersebut sedang dalam keadaan tidak sehat secara finansial dan tidak layak dijadikan mitra penjualan.
(hel)