Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor memvonis terdakwa kasus suap ruislag hutan Bogor sekaligus Presiden Direktur Sentul City Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng dengan hukuman lima tahun bui.
Hakim Ketua Sutiyo Jumagi Akhirno mengatakan Swie Teng terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin untuk memuluskan tukar-menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor. Mulanya, lahan kawasan tersebut digunakan untuk membangun Kota Mandiri.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Kwee Cahyadi Kumala dengan hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan," ujar Hakim Ketua Sutiyo saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa menuntut bekas Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri (PT BJA) ini dengan hukuman 6,5 tahun bui dan denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan.
(Lihat Juga: KPK Tuntut Bos Sentul City Diganjar 6,5 Tahun Bui)Hakim mengatakan alasan mengapa hukuman lebih ringan, yakni perilakunya yang sopan saat sidang, tidak pernah dihukum, berusia lanjut, dan berjanji tak mengulangi tindak pidana. Sementara hal yang memberatkan adalah perbuatan Swie Teng tak mendukung upaya negara memberantas korupsi.
"Terdakwa mengetahui uang Rp 5 miliar yang diberikan ke Yohan Yap (anak buah Swie Teng) dalam kaitannya pengurusan surat rekomendasi Bupati Bogor Rachmat Yasin. Tanpa surat, tukar menukar tidak dapat diproses lebih lanjut. Peran terdakwa adalah orang yang menyuruh melakukan," kata Hakim Anggota Ugo.
Dalam amar putusan, dua dari lima hakim berbeda pendapat. Mereka adalah Alexander Marwata dan Ugo. Keduanya mengatakan Swie Teng tak dapat dijerat dengan Pasal 5 melainkan Pasal 13. Rachmat Yasin dianggap telah bekerja sesuai tugas dengan memberikan rekomendasi. Sementara duit suap merupakan bentuk hadiah alih-alih untuk mempengaruhi kebijakan Rachmat.
(Lihat Juga: Penyidik KPK Beberkan Kesaksian Palsu Kasus Ruislag Hutan)Kendati beda pendapat, Hakim Ketua Sutiyo mengatakan keputusan diambil berdasar suara terbanyak. Menurut hakim, duit digunakan untuk memuluskan rekomendasi alih fungsi kawasan hutan yang diklaim menjadi milik PT BJA. Duit diserahkan oleh Yohan kepada HM Zairin selaku Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor untuk diteruskan kepada Rachmat Yasin. Penyerahan duit dilakukan secara bertahap.
Kronologi KasusPenyuapan dimulai ketika Swie Teng mengajukan permohonan rekomendasi alih fungsi tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.754,85 hektare pada tanggal 10 Desember 2012. Atas permohonan tersebut, Rachmat Yasin mendisposisi surat permohonan kepada Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor, HM Zairin.
Pada tanggal 18 April 2013, dilakukan ekspose tukar-menukar kawasan hutan PT BJA di ruang rapat Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor. Pertemuan diikuti oleh HM Zairin dan sejumlah anak buah Swie Teng yakni Yohan Yap, Heru Tandaputra, Ardi Anwar, Dodi Supriyadi, serta Tardi.
(Lihat Juga: Transaksi Tanah Jadi Cara Suap Bos Sentul City)Selanjutnya, pada tanggal 20 Agusus 2013, pemerintah Bogor mengeluarkan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan untuk PT BJA. Namun, tak seluruh kawasan disetujui, hanya seluas 1.668,47 hektare. Sisanya, tercatat sebagai lahan izin usaha tambang atas nama PT Indocement Tunggal dan PT Smindo Resources. Surat rekomendasi pun macet.
Pada tanggal 6 Februari 2014, Yohan Yap dan Heru mendatangi Rachmat Yasin di rumah dinasnya, Cibinong, Bogor. Pada saat itu, Yohan menyerahkan duit senilai Rp 1 miliar.
Kemudian, pada tanggal 17 Februari, Rachmat membuat surat permohonan penjelasan ihwal 2.754 hektare kawasan hutan PT BJA yang tidak dapat dikeluarkan izinnya.
Pada Maret 2014, Yohan kembali menyerahkan duit senilai Rp 2 miliar. Pada bulan yang sama, Rachmat terus mendesak HM Zairin untuk mencari celah argumentasi soal tumpang tindih kawasan hutan antara PT BJA dengan PT Indocement Tunggal dan PT Semindo Resources.
Setelah melewati beberapa proses, pada 29 April 2014, Rachmat Yasin menerbitkan Surat Nomor: 522/624-Distanhut Perihal rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan atas nama PT BJA ke Kementerian Kehutanan.
Dalam surat tersebut, pemerintah Kabupaten Bogor mendukung kelanjutan proses tukar-menukar kawasan seluas 2.754 hektare. Namun, terkait lahan yang tumpang tindih, surat izin milik PT Indocement Tunggal Perkasa dan PT Semindo Resources akan tetap berlaku sampai diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan.
Untuk memenuhi 'komitmen suap', Yohan kembali menyerahkan duit senilai Rp 1,5 miliar (seharusnya Rp 2 miliar) kepada Rachmat melalui HM Zairin. Duit diserahkan di Taman Budaya Sentul City, Kabupaten Bogor. Dalam kode sandi percakapan, keduanya menggunakan istilah "15 batang tanaman" untuk menyebut duit suap tersebut.
Atas suap tersebut, Swie Teng didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sebelumnya, Yohan Yap sudah lebih dulu divonis satu tahun enam bulan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung. Dalam perkara tersebut, Yohan hanya menjadi perantara dalam kasus ini. Sementara otak dari suap menyuap diduga dilakukan oleh Swie Teng.
Menghalangi PenyidikanSelain itu, Swie Teng juga didakwa menggagalkan penyidikan yang dilakukan oleh KPK terkait kasus korupsi Yohan Yap. Swie Teng didakwa mendesain modus pengaburan bukti korupsi dan menyuruh anak buahnya berbohong saat sidang.
"Untuk menghilangkatan keterkaitan terdakwa dengan kasus memerintahkan anak buah untuk memindahkan dokumen dan bersaksi tidak benar. Secara tidak langsung mengganggu penyidikan terhadap FX Yohan Yap. Terdakwa terbukti merintangi penyidikan FX Yohan," kata Hakim Anggota Casmaya.
Swie Teng kemudian memerintahkan Teteung Rosita, Roselly Tjung, Dian Purwheny untuk memindahkan dokumen yang berhubungan dengan proses pengurusan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan seluas 2754,85 hektare atas nama PT BJA kepada Bupati Bogor. Pemindahan dokumen agar tidak dapat disita oleh penyidik KPK.
Saat jalannya pemeriksaan, dua orang anak buahnya membatalkan Berkas Acara Pemeriksaan. Kedua orang tersebut mengaku telah diperintahkan Swie Teng untuk berbohong sesuai dengan skema yang telah direncanakan.
Roselly, Suwito, Dian, dan Tina S Sugiro diperintahkan untuk memberikan keterangan yang tidak benar di hadapan penyidik KPK tentang kepemilikan PT BPS sebagai milik Haryadi Kumala (adik Swie Teng), padahal sebenarnya milik Swie Teng.
Selain itu, Swie Teng juga didakwa memerintahkan Tantawi Jauhari Nasution untuk menyuruh Jo Shien Ni alias Nini menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah antara PT Briliant Perdana Sakti (PT BPS) dan PT Multihouse Indonesia (PT MI) sebesar Rp 4 miliar. Perjanjian tersebut digunakan sebagai modus untuk menutupi bukti aliran duit suap.
PT BPS melakukan kongkalikong dengan PT MI yang dipimpin oleh istri Yohan Yap, Nini. Duit perjanjian jual beli didakwa merupakan duit suap untuk Bupati Bogor Rachmat Yasin. Penyerahan duit dilakukan oleh Yohan Yap. Suap digunakan untuk memuluskan rekomendasi alih fungsi kawasan hutan.
Swie Teng disebutkan dalam surat dakwaan, mengetahui dan menghendaki perbuatan tersebut untuk merintangi penyidikan FX Yohan Yap. Atas tindak pidana tersebut, Swie Teng terbukti melanggar Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.
Pertimbangkan BandingMenanggapi vonis tersebut, Swie Teng tak mau berkomentar banyak. "Setelah berdiskusi dengan kuasa hukum, kami memutuskan untuk pikir-pikir," kata Swie Teng di penghujung sidang.
Kuasa hukumnya, Rudi Alfonso mengatakan beda pendapat hakim yang mencuat dalam amar putusan dapat menjadi celah hukum untuk mengajukan banding. "Tapi nanti terserah kepada klien kami," kata Rudi usai sidang.
Jaksa KPK juga tengah memikirkannya akan mengajukan banding atau tidak. "Kami pikir-pikir yang mulia," kata jaksa Surya Nelli di ujung sidang.
(utd)