Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menerbitkan Surat Perintah Penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Terbitnya Sprindik tersebut sekaligus menetapkan kembali Ilham sebagai tersangka dugaan perkara korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi PDAM tahun anggaran 2006-2012.
"Sprindik untuk IAS sudah keluar," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi Rabu (10/6). Meski demikian, Priharsa tidak menyebut kapan persisnya Sprindik mendapat persetujuan dan diterbitkan oleh jajaran pimpinan KPK.
Sprindik untuk Ilham kembali diterbitkan oleh KPK lantaran status penetapan tersangka yang disandang oleh Ilham telah gugur di sidang gugatan praperadilan. Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Yuningtyas Upiek pada Selasa (12/5) menyatakan penetapan tersangka atas nama Ilham Arief Sirajuddin tidak sah karena KPK dianggap tidak dapat membuktikan dua alat bukti yang cukup. (Baca juga:
KPK Nilai Hakim Praperadilan Eks Wali Kota Makassar Lalai)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Priharsa, tim penyidik KPK Selasa kemarin (9/6) mendatangi dua lokasi di kompleks PDAM dan PT Traya di Makassar untuk mengembalikan sejumlah barang bukti sebagai bentuk tindak lanjut dari putusan praperadilan. "Namun dengan dikeluarkannya Sprindik baru, penyidik kembali menyita barang bukti tersebut," kata Priharsa. (Baca juga:
KPK Buka Kemungkinan Kembali Jadikan Ilham Arief Tersangka)
Ilham ditetapkan sebagai tersangka korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi PDAM tahun anggaran 2006-2012. Dia disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001. (Baca juga:
Mantan Wali Kota Makassar Pertimbangkan Gugat Balik KPK)
Gugatan praperadilan Ilham dikabulkan tepat dua pekan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengizinkan pengadilan memeriksa penetapan tersangka sebagai obyek gugatan. Pada Selasa (28/4), lembaga penguji undang-undang dengan konstitusi tersebut memutuskan Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang tak mencantumkan penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan, bertentangan dengan UUD 1945. MK pun menasbihkan penetapan tersangka dapat digugat melalui jalur praperadilan.
(hel)