Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum mantan Direktur Pertamina Suroso Atmomartoyo, Jonas M. Sihalolo, menuding Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan korupsi waktu dalam pelaksanaan sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dia mengaku sikap lembaga antirasuah itu menyebabkan pengadilan menggugurkan permohonan gugatan praperadilan kliennya.
"Seharusnya (sidang awal) tidak ditunda. Harusnya waktunya sudah masuk dan tidak gugur seperti ketentuan Pasal 82 Ayat 1 huruf (d)," ujar Jonas kepada wartawan usai persidangan, , Senin (15/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Jonas, sidang praperadilan Suroso telah dua kali ditunda sebelum akhirnya masuk ke pembacaan materi dan jawaban praperadilan pada 5 Juni 2015.
Penundaan tersebut lantaran pihak KPK tidak hadir dalam persidangan sehingga hakim terpaksa memundurkan jadwal sidang.
Sebelumnya, PN Jakarta Selatan menjadwalkan sidang praperadilan kedua Suroso pada 25 Mei 2015. Namun, hakim memundurkan jadwal sidang hingga 29 Mei 2015, karena menunggu kehadiran KPK selaku termohon.
Ketika sidang mulai dibuka pada 29 Mei 2015, KPK kembali tidak hadir di muka persidangan. Jonas mengklaim ketidakhadiran KPK ini disengaja demi mengulur waktu agar berkas penuntutan kliennya bisa segera dilimpahkan ke pengadilan pokok perkara.
"Sudah kelihatan pelimpahan P21 ke pengadilan itu jaksa membuat dakwaan hanya satu hari kerja. Ini tidak biasa dilakukan oleh KPK," ujar Jonas.
Dia menambahkan waktu pembuatan berkas dakwaan suatu perkara umumnya dilakukan KPK selama satu minggu. "Jika demikian sidang praperadilan ini masih keburu."
PN Jakarta Selatan resmi menggugurkan permohonan praperadilan Suroso hari ini. Keputusan diambil setelah hakim mempertimbangkan eksepsi dari KPK yang menyatakan berkas perkara Suroso telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di PN Jakarta Pusat pada 1 Juni 2015.
KPK mengklaim pelimpahan berkas ini menandakan bahwa pengadilan telah resmi memeriksa perkara Suroso, merujuk pada Pasal 82 Ayat 1 huruf (d) KUHAP. Namun, hakim tidak sependapat dengan dalil tersebut dan menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan setelah hakim membuka persidangan.
Perlu diketahui, sidang pokok perkara Suroso telah dibuka oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada 11 Juni 2015. Saat itu, Suroso yang hadir tanpa kuasa hukum meminta majelis hakim menunda persidangan.
Majelis hakim pun mengabulkan permintaan Suroso dan menunda sidang hingga satu minggu ke depan. Meski telah ditunda dan Jaksa Penuntut Umum tidak jadi membacakan berkas dakwaan, majelis hakim memeriksa identitas terdakwa yakni Suroso dan hal itu menjadi dasar hakim praperadilan bahwa pemeriksaan perkara telah dimulai.
Suroso telah mengajukan permohonan praperadilan sebanyak dua kali. Permohonan praperadilan pertama dinyatakan ditolak oleh PN Jakarta Selatan pada 14 April 2015. Penolakan tersebut dilakukan karena materi penetapan tersangka dan sah atau tidaknya penyidikan bukan termasuk ke dalam obyek praperadilan, mengacu pada Pasal 77 jo Pasal 82 Ayat 1 huruf (b) jo Pasal 95 Ayat 1 dan 2 KUHAP.
Suroso menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah atas kasus suap pengadaan zat tambahan bahan bakar TEL (tetraethyl lead) 2004 dan 2005. Suroso disangka mengantungi duit suap dari Direktur PT Soegih Indrajaya, Willy Sebastian Liem.
Selain Suroso, bekas Dirjen Minyak dan Gas, Rahmat Sudibyo, juga diduga mengantungi suap. Suap diduga dilakukan sejak tahun 2000 hingga 2005. Suap tersebut sebagai pelicin agar TEL tetap digunakan dalam bensin produksi Pertamina.
Atas perbuatan tersebut, Suroso sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Willy sebagai pihak pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b dan atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi.
(meg)