Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua tak sepakat apabila lembaga antirasuah diberi kewenangan menghentikan penyidikan. Menurutnya, apabila KPK diberi kewenangan tersebut maka tak akan ada lagi perbedaan proses penegakan hukum dengan Kepolisian dan Kejaksaan.
"Apa bedanya KPK dengan Kepolisian dan Kejaksaan kalau ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)? Harusnya KPK tidak boleh menerbitkan SP3," kata Abdullah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/6).
Abdullah berpendapat selama ini KPK telah hati-hati menetapkan seseorang sebagai tersangka korupsi dalam 400 lebih kasus dengan berdasar setidaknya dua alat bukti. "Justru karena selama ini KPK tidak ada SP3 karena KPK super hati-hati. Yang terjadi di Kepolisian dan Kejaksaan, mereka tidak hati-hati dan keluar SP3," katanya.
(Baca juga: Beda Pemikiran Ruki dan Johan Budi Soal SP3 di KPK)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki menilai lembaganya perlu diberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan perkara yang tengah ditangani. Selama ini, KPK melalui undang-undang memiliki kuasa penuh dengan nihilnya kemampuan menerbitkan SP3.
"(Yang mendesak direvisi dalam UU KPK) memberi Ijin penghentian penyidikan kepada KPK," ujar Ruki, di Jakarta, Selasa petang (16/6).
Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan demi penegakan hukum. "Dalam konsep awal UU tentang KPK, pimpinan KPK tidak boleh menghentikan penyidikan dalam hal demi hukum, terpaksa juga harus dihentikan," katanya.
(Baca: Johan Budi Tolak Revisi UU KPK yang Memangkas Kewenangan)Ruki berpendapat, prosedur penghentian tersebut harus dirancang melalui prosedur khusus. Terlebih, perlu ada pertimbangan dan izin dari penasihat lembaga antirasuah.
Polemik kewenangan KPK menangani sejumlah kasus mulai dipertanyakan ketika mantan Kepala Biro Pembinaan dan Karier Polri yang kini menjadi Wakapolri, Komjen Budi Gunawan ditangani pleh lembaga antirasuah. Budi tak terima perlakukan KPK dan menggugatnya dalam sidang praperadilan. Atas gugatan tersebut, Hakim Sarpin Rizaldi mengabulkan dab menganggap Budi bukanlah penyelenggara negara yang merugikan keuangan negara. Alhasil, Hakim Sarpin menilai komisi antirasuah tak berwenang menangani kasus Budi.
Pada titik tersebut, KPK yang tak memiliki kewenangan untuk menerbitkan SP3, melimpahkan berkas penyelidikan dan penyidikan ke Kejaksaan. Oleh pihak Kejaksaan, berkas justru dilimpahkan ke Polri, tempat Budi menduduki kuasa sebagai orang nomor dua. Kini, perkembangan kasus tersebut tak dapat dilacak. Polri tak kunjung menghelat gelar perkara yang dijanjikan akan dihadiri oleh tiga lembaga penegak hukum.
(sip)