Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan siap melindungi saksi-saksi kasus Angeline (8), bocah perempuan yang ditemukan tewas di halaman rumah orang tua angkatnya di Denpasar, Bali, pada pertengahan Juni lalu.
"Kalau dari pihak saksi ingin datang atau mengirimkan permohonan, kami siap berikan perlindungan," kata Abdul Haris kepada CNN Indonesia, Jumat (19/6).
Perlindungan, kata Haris, bisa diberikan terutama jika pemohon yang berstatus sebagai saksi kasus mendapatkan teror seperti ancaman telepon atau intimidasi langsung berupa tindakan mendatangi rumah bersangkutan.
(Lihat juga: Diteror, Saksi Kasus Angeline Minta Dilindungi)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berangkat dari informasi tersebut, kami akan menentukan jenis perlindungan apa yang paling tepat diberikan," katanya.
Setelah mempelajari permohonanan, LPSK akan berkoordinasi dengan lembaga lain untuk meningkatkan perlindungan atas saksi kasus Angeline. Saksi yang ingin melapor, ujar Haris, tidak perlu datang. Saksi bisa mengirimkan surat atau berkirim email. LPSK kemudian akan mengirimkan orang ke lokasi saksi untuk mengecek lebih jauh permohonan tersebut.
"Apalagi yang lokasinya jauh. Kami yang jemput bola," ujarnya.
(Lihat Fokus: Siapa Bunuh Angeline?)Haris mengatakan kasus Angeline menjadi satu dari beberapa tindak pidana yang menjadi fokus LPSK. Ini karena dalam kasus Angeline, terdapat dugaan kuat adanya tindak pidana dan kekerasan seksual atas anak yang menyebabkan kematian.
Perlindungan tersebut sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal tersebut menyebutkan setiap saksi dan korban berhak mendapatkan perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, serta bebas dari ancaman berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikan.
"Oleh karena itu kami mengimbau jika ada saksi lain yang juga terancam keselamatannya, silakan melapor sehingga kasus tewasnya Angeline ini bisa terungkap," ujar Haris.
Saat ini, salah satu saksi kasus Angeline yang juga pendamping hukum dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar, Siti Sapurah, telah dipindahkan ke lokasi aman menyusul teror yang ia terima. Selain merasa diintimidasi, Siti juga menerima telepon hingga 20 kali sehari dari seorang pria tak dikenal yang mengaku bernama Erwin.
"Penjagaan terhadap saksi, Ibu Siti, tidak harus dengan menaruh penjagaan keamanan di rumahnya. Dia sekarang tidak di rumah, dipindahkan ke tempat aman yang tidak diketahui orang," kata rekan Siti sesama pendamping hukum di P2TP2A Denpasar, G.A.A Yuli Marhaeningsih - kerap disapa Agung, kepada CNNIndonesia.
(Baca juga: Diteror, Saksi Kasus Angeline Tinggalkan Rumah) (utd)