Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sah-sah saja direvisi dan tidak akan menjadi salah satu hal yang salah.
"Undang-Undang Dasar saja diamandemen kok. Ada hal-hal tertentu perlu penguatan dan perlu perbaikan," kata JK kepada wartawan di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (22/6).
JK mengatakan bahwa banyak hal-hal dalam UU KPK tersebut yang butuh dipelajari demi memperkuat pemberantasan korupsi. Hal ini diyakini JK bisa mempertajam taring KPK memberantas korupsi di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada tidak negara yang tangkap delapan menterinya? Ada tidak negara yang menangkap 14 gubernur selama 10 tahun? Tidak ada, kita yang terhebat," ujarnya.
Namun kendati berhasil menangkap sejumlah pejabat tinggi negara, JK mengatakan korupsi masih banyak di dalam negeri sehingga butuh didukung salah satunya lewar revisi UU KPK.
Berbeda dengan JK, Presiden Joko Widodo malah menolak revisi UU KPK. Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrachman Ruki Presiden Joko Widodo menolak rencana dan usulan revisi Undang-Undang KPK, maka DPR pun tidak bisa memaksakan. (Baca:
Pemerintahan Jokowi Tak Kompak Soal Revisi UU KPK)
"Sebetulnya prolegnasnya 2016, bukan 2015 ya. Tapi enggak tahu kenapa ada percepatan. Yang jelas, Presiden menolak. Kalau Presiden menolak, berarti kan DPR sebagai salah satu pilar pembuatan undang-undang tidak bisa memaksakan," ujar Ruki di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (19/6).
Untuk diketahui, revisi UU KPK sudah masuk ke dalam daftar panjang Prolegnas periode 2015-2019. Namun Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menilai RUU KPK ini perlu dimasukan dalam Prolegnas prioritas 2015 karena UU KPK saat ini dinilainya bisa menimbulkan masalah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. (Baca:
KPK Terancam Mandul Bongkar Korupsi Jika Revisi UU Lolos)
(obs)