Jakarta, CNN Indonesia -- Kondisi transportasi umum yang dinilai masih jauh dari nyaman menjadi alasan banyak orang untuk tetap menggunakan kendaraan pribadi dalam menjalankan aktivitas mereka. Tak heran jika semakin banyak orang menggunakan kendaraan pribadi dan menambah kemacetan di ibu kota.
Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan membenarkan kendaraan umum di ibu kota memang belum 100 persen nyaman. Hal ini disebabkan perusahaan sulit untuk membuat sebuah angkutan yang nyaman lantaran tarif transportasi umum yang rendah.
"Pengusaha sulit melakukan peremajaan atau revitalisasi kendaraannya dengan tarif yang rendah," kata Shafruhan kepada CNN Indonesia, Rabu malam (24/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Shafruhan menyebutkan, tarif transportasi umum yang rendah membuat pengusaha lama untuk mendapatkan modalnya kembali.
Misalnya saja, sebuah kopaja AC dibeli pengusaha dengan harga sekitar Rp 400-500 juta. Ongkos kopaja AC sendiri dipatok dengan harga Rp 6 ribu per penumpang.
Jika dalam satu hari terdapat 200 penumpang, dalam satu hari kopaja AC hanya menghasilkan Rp 1,2 juta. Jumlah itu tentunya masih dibagi-bagi lagi untuk menggaji sang sopir dan kondekturnya. (Baca:
Per Agustus, Ahok Janjikan Gaji Sopir Kopaja Rp 5,4 Juta)
Ada juga jatah untuk perawatan kendaraan, kata Shafruhan. Belum lagi jika mengalami kecelakaan. "Coba dibandingkan kembali modalnya berapa lama?" ujar Shafruhan.
Tak hanya dari segi kenyamanan. Perihal regulasi yang tak kunjung beres pun membuat perkembangan transportasi umum di Jakarta mandek.
Shafruhan menuturkan sebenarnya sudah lama ada peraturan yang tidak membolehkan lagi angkutan umum yang tidak memiliki penyejuk udara atau AC untuk beroperasi. Namun, belum adanya Peraturan Gubernur maupun Surat Keputusan Gubernur terhadap peraturan tersebut seolah menjadi percuma. (Baca:
Pekerja Profesional Lebih Pilih Taksi Ketimbang TransJakarta)
Peraturan yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003, serta Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014.
"Undang-undang sudah ada, Peraturan Pemerintahnya sudah ada, Keputusan Menteri sudah ada, Perda sudah ada, tinggal Peraturan Gubernur atau SK Gubernur untuk pelaksanaan. Kalau tidak peraturannya jadi menggantung," katanya.
Pihak Organda pun berharap regulasi ini segera disempurnakan agar masyarakat bisa mengakses angkutan umum yang nyaman. "Mudah-mudahan dalam bulan ini atau bulan depan SK-nya turun," ujar Shafruhan.
(obs)