KPK Mangkir, Sidang Gugatan Praperadilan Ilham Ditunda

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Kamis, 25 Jun 2015 12:53 WIB
Sidang perdana permohonan gugatan mantan Wali Kota Makassar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terpaksa ditunda. KPK sebagai termohon mangkir tanpa alasan.
Ilustrasi persidangan gugatan praperadilan dengan hakim tunggal yang memimpin sidang. (CNN Indonesia/Ranny Virginia Utami)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sidang perdana permohonan gugatan mantan Wali Kota Makassar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terpaksa ditunda. Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pihak termohon mangkir tanpa keterangan.

Hakim Ketua Amat Khusairi memutuskan untuk menunda sidang hingga pekan depan, setelah mendapati tidak ada perwakilan dari KPK yang memenuhi panggilan sidang. Hingga tiga kali panggilan, kursi termohon di ruang sidang tetap kosong.

"Termohon tampaknya mangkir. Kita tunda sidang hingga pekan depan, Rabu 1 Juli," ujar Amat sebelum mengetok palu di ruang sidang PN Jaksel, Kamis (25/6). Biro Hukum KPK dalam hal ini tidak memberikan respons saat dikonfirmasi oleh CNN Indonesia atas ketidakhadirannya di sidang praperadilan. (Baca juga: Jurus Ruki Selamatkan KPK dari Praperadilan)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kuasa hukum Ilham, Johnson Panjaitan, mengaku kecewa atas absennya KPK. Padahal Johnson mengaku berharap bisa mendapatkan jawaban dari KPK pada sidang perdana agar bisa langsung memaparkan bukti dan saksi-saksi yang telah dia persiapkan.

Ilham kembali menggugat lantaran tidak menerima penetaan tersangka dari KPK. Menurut Johnson, surat perintah penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan 5 juni menimbulkan pertanyaan sebab KPK dianggap belum sepenuhnya memenuhi putusan praperadilan sebelumnya.

Hakim praperadilan sebelumnya mengabulkan gugatan Ilham dengan pertimbangan KPK tidak mengantongi alat bukti yang cukup. Putusan tersebut dengan demikian menganggap penyelidikan yang dilakukan KPK terhadap Ilham sejak 2012, serta penyidikan sejak 2014, dianggap tidak sah.  (Lihat Juga: Praperadilan Jadi Hambatan Besar Capim KPK)

Menurut Johnson, KPK seharusnya mencabut penyelidikan dan penyidikan yang telah dianggap tidak sah oleh hakim praperadilan. Dia menganggap KPK telah menyalahi prosedur lantaran menerbitkan Sprindik dan membuka penyidikan baru tanpa terlebih dulu mematuhi putusan hakim.

"Begitu hakim mengabulkan gugatan IAS, KPK kemudian terbitkan Sprindik. Apa yang mendasarinya? Penyelidikannya kapan? Suprinlidik mereka tidak ada. Ini jelas menyalahi aturan," ujar Johnson.

Johnsong menganggap KPK terlalu memaksakan diri untuk kembali menetapkan Ilham sebagai tersangka. Alih-alih menerbitkan Sprindik, kata Johnson, KPK sebetulnya bisa menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali jika memang punya alat bukti baru atau novum untuk menjerat Ilham.  (Baca Juga: KPK: Perlawanan Hukum Kami Bukan Sekadar Wacana)

Ilham sebelumnya telah menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi atas penetapan tersangka korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi PDAM tahun anggaran 2006 hingga 2012. Pihak PN Jaksel mengabulkan gugatan dengan alasan KPK tidak memiliki alat bukti yang cukup untuk menetapkan Ilham sebagai tersangka.

Atas putusan tersebut, KPK lantas pada 5 Juni kembali menetapkan Ilham sebagai tersangka dengan menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru. Dia kembali disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.

Atas penetapan ulang tersebut, Ilham Arief kembali mengajukan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan didaftarkan pada Selasa (16/6) dengan nomor perkara 55/PEN.PRAP/2015/PN.JKT.SEL.

Ilham mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik lembaga antirasuah. Menurutnya, penetapan tersangka tersebut tidak sah karena berdasar pada Sprindik yang isinya sama seperti surat sebelumnya yang diperkarakan di sidang praperadilan. (sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER