KPK: Perlu Revisi UU Polri Jika Ingin Setara Soal Sadap

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Jumat, 26 Jun 2015 14:36 WIB
Pernyataan pimpinan KPK menanggapi usulan Badrodin Haiti yang ingin penyidik dan penyelidiknya melakukan penyadapan tanpa izin dari pengadilan
Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji (kiri) bersama wakil ketua KPK Zulkarnaen (kanan) mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 18 Juni 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji menilai perlu pengaturan ulang Undang-Undang Polri jika kepolisian ingin penyetaraan wewenang sadap seperti lembaga antirasuah. Alhasil, polisi dapat serta-merta menyadap tanpa sepengetahuan pengadilan laiknya KPK.

Pernyataan Anto menanggapi usulan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang ingin penyidik dan penyelidiknya melakukan penyadapan tanpa izin dari pengadilan. Padahal aturan tersebut tak diatur dalam UU Polri.

"Soal izin kan administratif dan bisa diajukan pada Rancangan UU Polri inisiatif DPR. Izin pengadilan ada pengecualiannya jika mendesak, bisa sekedar lapor saja ke pengadilan," kata Indriyanto ketika dihubungi CNN Indonesia, di Jakarta, Jumat (26/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, Anto berpendapat KPK memang memiliki wewenang khusus untuk menyadap yang tak didasari aturan perintah pengadilan. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 6 dan 12 UU KPK.

Lembaga antirasuah juga diberi kewenangan tersendiri untuk menyadap siapa pun sejak dalam proses hukum penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan. "Bukan saja sadap pada tahap penyidikan, tapi sadap berlaku sejak tahap penyelidikan," ujarnya. Nantinya, penyadapan dapat digunakan sebagai alat bukti yang kemudian dihadirkan dalam persidangan.

Kendati demikian, sebagai bagian dari penegakan hukum, Indriyanto sepakat apabila penyadapan pada tahap penyelidikan diberlakukan juga pada lembaga Kepolisian. "Dalam Pasal 26 atau Penjelasan UU Tipikor, penyidik termasuk penyelidik atau penuntut umum memiliki kewenangan sadap (wiretapping)," ujarnya.

Sementara itu, penyadapan juga termaktub dalam UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Keduanya mengatur setiap orang tak berhak menyadap kecuali dalam batas-batas dan tujuan tertentu dan melalui pimpinan aparat penegak hukum.

Sedangkan untuk proses peradilan, informasi rekaman percakapan dapat diberikan sesuai dengan permintaan tertulis dari Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia, serta tim penyidik.

Sebelumnya, Badrodin Haiti menginginkan lembaganya sejajar dengan KPK dalam hal penyadapan. "Kami minta malah penyadapan kayak KPK kalau boleh. Kan beda kewenangannya, sama-sama penyadapan tapi beda antara KPK dan Polri. Kalau kita dikasih seperti itu, sangat bersyukur sekali," ujar Badrodin saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (24/6).

Badrodin berpendapat, jika kewenangan penyadapan Polri bisa seperti KPK, maka kinerja polisi dalam ranah penyadapan akan bisa lebih hebat dan lebih maju.

"Bisa lebih hebat, lebih maju. Karena kewenangannya itu. Kami selama ini kan harus ada izin dari pengadilan. Kemudian ada kasusnya itu dulu baru bisa dilakukan penyidikan," kata Badrodin. "Tapi kalau KPK tidak, ada kasus enggak ada kasus, disadap siapa saja boleh." (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER