Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi Sapto Pribowo menjelaskan penegakan hukum kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Morotai di Mahkamah Konstitusi (MK) tak terpengaruh situasi politik di daerah setempat. Pernyataan Johan menanggapi aksi mogok Pegawai Negeri Sipil (PNS) usai Bupati Morotai Rusli Sibua ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah.
"Ini murni penegakan hukum, tidak ada kepentingan lain selain penegakan hukum apalagi politik," ujar Johan saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Kamis (2/7).
Johan melanjutkan, ia bakal memanggil ulang Rusli apabila mangkir dari pemeriksaan perdana yang dijadwalkan pada Kamis ini di Gedung KPK, Jakarta. Meski telah diminta untuk menjalani pemeriksaan, Rusli tampak tidak hadir menyambangi gedung lembaga antirasuah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada panggilan kedua, tim penyidik memberikan kesempatan kepada Rusli untuk hadir dan memberikan keterangan terkait kasus tersebut. "Kalau dipanggil sekali tidak diindahkan, sesuai undang-undang, akan dipanggil lagi. Kalau pemanggilan ketiga tidak dipenuhi, ada upaya paksa, bisa dijemput," katanya.
Hingga saat ini, penyidik telah mengumpulkan keterangan dari panitera Mahkamah Konstitusi (MK) Kasianur Sidauruk. Sejumlah dokumen juga telah dimiliki seperti risalah sidang dan putusan.
"Saya (diperiksa) untuk menambahkan keterangan kaitannya dengan Kabupaten Morotai. Saya diminta menyerahkan putusan (sengketa Pilkada Kabupaten Morotai) di MK," ujar Kasianur di Gedung KPK, Jakarta.
Dalam amar putusan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi sekaligus penerima suap Akil Mochtar, duit suap sebanyak Rp 2,98 miliar diserahkan Rusli.
Saat Pilkada, Rusli dan pasangannya Weni R Paraisu, dinyatakan kalah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Morotai. Sementara itu, rival Rusli, Arsad Sardan dan Demianus Ice ditetapkan sebagai pemenang yang sah.
Tak terima, Rusli mengajukan gugatan sengketa ke MK. Saat mengadili gugatan sengketa Pilkada, Akil menjabat sebagai seorang majelis hakim. Disebut dalam putusan, penyetoran duit dilakukan sebanyak tiga kali dengan perantara yang berbeda.
Kemudian, majelis pun memutuskan untuk mengabulkan gugatan Rusli sekaligus memutuskan penetapan pemenang Pilkada Morotai oleh KPU tidak sah.
Atas tindak pidana tersebut, Rusli disangkan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(pit)