Perpres Anti Kriminalisasi Tidak Berlaku Bagi Terduga Korupsi

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 08 Jul 2015 09:37 WIB
Komisi antirasuah tak acuh terhadap wacana Perpres Anti Kriminalisasi bagi Kepala Daerah, karena tidak memberi kekebalan hukum bagi pejabat terduga korup.
PLT Pimpinan KPK Indrianto Seno Adji. (CNN Idndonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji menegaskan komisi antirasuah tak acuh terhadap wacana Peraturan Presiden Anti Kriminalisasi bagi Kepala Daerah. Peraturan yang kini tengah disusun pemerintah ini, tak akan memberikan kekebalan hukum bagi pejabat daerah yang diduga korupsi.

"KPK tetap berpijak pada regulasi UU Tindak Pidana Korupsi apabila penyelenggara negara (termasuk kepala daerah) menyimpangi kebijakannya dan jelas-jelas ada mens rea (niat jahat) antara lain kick back dibalik kebijakannya," kata kata Indriyanto, di Jakarta, Selasa (7/7).

Menurutnya, kepala daerah berpotensi melakukan tindak pidana korupsi melalui kebijakan administratif yang dibuatnya. Misalnya, kepala daerah dan pejabat eselon lainnya menyalahgunakan wewenang saat menjadi Kuasa Pengguna Anggaran atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pengadaan dan konstruksi barang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam prosesnya, kepala daerah berpotensi meloloskan perusahaan tertentu sebagai penggarap proyek tanpa menjalani lelang. Modus lain yakni penggelembungan anggaran dan pencairan dana pengerjaan meski proyek tak rampung 100 persen. Menjanjikan sebuah proyek pada perusahaan rekanan dengan sistem ijon juga menjadi salah satu modus korupsi.

Jika komisi antirasuah mengendus modus tersebut maka tak pelak kepala daerah akan diseret dan diadili hingga masuk bui. Selama ini, KPK beberapa kali mengusut kasus korupsi proyek pengadaan yang melibatkan sejumlah daerah.

Kasus yang Menjerat Pejabat Daerah

Kasus korupsi pengadaan TransJakarta menimpa Sekretaris Dinas sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen, Drajat Adhyaksa. Drajat tersebut menyalahgunakan wewenang dan menguntungkan pihak lain.

Ikut terseret dalam kasus tersebut yakni Udar Pristono, mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Ia sebagai Kuasa Pengguna Anggaran disebut telah mengarahkan Drajat untuk melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan TransJakarta. Kini Udar tengah menjalani sidang di pengadilan.

Kasus lain yakni proyek pengadaan alat kesehatan yang menjerat Wali Kota Tangeran Selatan Airin Rachmi. Kini adik ipar Gubernur nonaktif Banten Ratu Atut Choisiyah ini tengah menjalani proses penyidikan.

Kasus lain menimpa Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk yang terbukti korupsi proyek tanggul laut. Yesaya diputus bersalah dan dihukum empat tahun enam bulan penjara oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi.

Sementara itu, bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron yang terjerat kasus suap gas alam di Blok Poleng, Bangkalan, Madura, juga tengah diadili. Fuad disebut menggunakan kuasanya untuk mempengaruhi proses pembelian gas alam oleh PT Media Karya Sentosa.

Sejumlah kasus tersebut menunjukkan kepala daerah melalui kewajibannya dapat terjerat pelanggaran UU Tipikor jika terbukti menyalahgunakan wewenang. Terlebih apabila sang pejabat menyebabkan kerugian negara dan memperkaya diri sendiri atau kolega serta pihak korporasi. (pit)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER