Jaksa Dinilai Sering Persulit Bantuan Hukum

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Senin, 27 Jul 2015 08:01 WIB
Koalisi Pemantauan Jaksa (KPJ) juga menemukan kelalaian jaksa yang lainnya yakni ketepatan waktu jaksa menyiapkan berkas perkara.
Presiden Joko Widodo (kanan) berbincang dengan Jaksa Agung M. Prasetyo (kiri) usai menjadi inspektur upacara Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa Ke-55 Tahun 2015 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (22/7). (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi Pemantauan Jaksa (KPJ), yang tergabung dari enam lembaga, menyebut Korps Adhyaksa kerap tidak memberikan akses kepada tersangka untuk memperoleh bantuan hukum.

Setahun terakhir, salah satu perwakilan KPJ yang juga merupakan pengacara publik di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Ichsan Zikrie, menilai 95 persen penuntut umum tidak menyediakan akses kepada terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum.

"Terdakwa sebenarnya memiliki hak atas penasihat hukum yang tidak dapat dibantah dan diperdebatkan lagi. Hak ini merupakan kriteria untuk tercapainya sistem peradilan pidana yang taat asas, terutama asas keseimbangan," kata dia di kantornya, Jakarta, kemarin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, dalam rangka hari ulang tahun Kejaksaan ke-55 pada 22 Juli lalu, KPJ juga menemukan kelalaian lain, yakni ketepatan waktu jaksa menyiapkan berkas perkara. (Baca: Kejaksaan Agung Pecat 60 Jaksa Nakal)

Dia mengatakan, hanya satu dari 22 kasus di mana jaksa menyiapkan berkas perkara tepat waktu. Artinya, hanya dua persen dari keseluruhan kasus di mana kelalaian itu tidak terjadi.

"Dari 22 kasus, penuntut umum baru menyampaikan berkas perkara dalam persidangan hari pertama. Artinya, penasihat hukum hanya punya waktu mempelajari dalam waktu seminggu untuk pembelaan," ujarnya.

Hal sama juga disinggung oleh Putri Kanesia dari Divisi Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Dia mengatakan, belum ada aturan internal yang diberlakukan di Kejaksaan terkait bantuan hukum terdakwa yang masuk kategori miskin. (Baca: Kejaksaan Agung Akui Banyak Jaksa Pemeras Jual Perkara)

"Kejaksaan Agung memang sudah memberlakukan surat edaran, tapi hanya kasus pidana khusus yaitu korupsi. Kasus pidana umum belum ada," ujarnya.

Persoalan tersebut dibenarkan oleh mantan Jaksa Ferdinan Andi Lohlo. "Dari sudut kejaksaan, masalah-masalah itu sudah ada sejak dulu," ujarnya.

"Tidak semua jaksa disiplin." (Baca: Kejagung Akui Banyak Jaksa Gelap Mata Soal Uang)

Dia mengatakan, tidak semua jaksa mau membaca prosedur tetap dalam menangani perkara. Selain itu, belum ada kendali baku terhadap penanganan perkara oleh jaksa.

"Intinya adalah manajemen perkara. Kejaksaan perlu punya manajemen perkara yang jelas. Selain itu, penanganan perkara seringkali dilakukan tidak sesuai dengan manajemen perkara," ujarnya. "Tidak ada perhatian yang serius." (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER