Riwayat Berbahaya Pasal Penghinaan Presiden

Anggi Kusumadewi, Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Kamis, 06 Agu 2015 08:52 WIB
Bermula dari hukum era kolonial Belanda, diteruskan oleh pemerintah RI. Pasal ini sudah mati saat MK menghapusnya pada 2006. Namun kini hendak dihidupkan lagi.
Presien Jokowi di Istana Bogor, Rabu (5/8). (Dok. Sekretariat Kabinet)
Meski MK meminta pasal yang memuat nilai serupa dengan pasal penghinaan presiden tidak dimasukkan ke dalam RUU KUHP, pemerintahan Jokowi awal Juni lalu justru menyerahkan draf revisi RUU KUHP berisi pasal tersebut. Dua pasal soal itu menyempil di antara 786 pasal yang diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat.

Jokowi membantah pasal tersebut bertujuan untuk membungkam kritik terhadap penguasa, “Jadi wali kota, gubernur, atau presiden, yang namanya dicemooh, dicaci, dihina, sudah makanan sehari-hari. Biasa. Kalau saya mau, ribuan yang kayak gitu bisa dipidanakan. Itu kalau saya mau. Tapi sampai detik ini, hal seperti itu tidak saya lakukan (Pasal) ini kan urusannya presiden sebagai simbol negara. Kalau saya pribadi, (cemoohan) itu makanan sehari-hari,” kata dia. (Baca selengkapnya Jokowi: Kalau Saya Mau, Ribuan Orang Dipidana)

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly membeberkan gamblang alasan pemerintah hendak menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden lewat dokumen berjudul ‘Telaahan Hukum terkait Pengaturan Tindak Pidana Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam RUU KUHP.”

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam dokumen itu, Yasonna menyebut ketentuan yang dapat dipakai terkait delik penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden ialah Pasal 310-321 KUHP apabila penghinaan tersebut ditujukan kepada kualitas pribadi sang Presiden atau Wapres, dan Pasal 207 KUHP jika penghinaan ditujukan kepada Presiden dan Wapres selaku pejabat.

Pasal 310 KUHP Ayat 1 berbunyi, “Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam dengan pencemaran pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.500.”

Selanjutnya Ayat 2 berbunyi, “Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.500.”

Sementara pada Ayat 3 dijelaskan, “Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.”

Masih terkait penghinaan, Pasal 311 KUHP Ayat 1 berbunyi, “Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, (tapi dia) tidak membuktikannya, dan tuduhan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Dokumen ‘Telaahan Hukum terkait Pengaturan Tindak Pidana Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam RUU KUHP’ itu juga menjelaskan perbedaan pasal penghinaan yang telah dihapus dalam KUHP dengan yang ada pada RUU KUHP saat ini.

Pasal 134 KUHP, kata Yasonna, hanya berbunyi, “Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden dan Wakil Presiden dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500.”

Sementara Pasal 263 RUU KUHP Ayat 1 berbunyi, “Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.”

Berikutnya pada Ayat 2 dijelaskan “Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.”

Lebih lanjut pada Penjelasan Pasal 263 RUU KUHP disebutkan bahwa “Yang dimaksud dengan ‘menghina’ adalah perbuatan apapun yang menyerang nama baik atau martabat Presiden atau Wakil Presiden di muka umum. Termasuk penghinaan adalah menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah.”

Dijelaskan pula “Penghinaan terhadap orang biasanya merupakan tindak pidana aduan, tetapi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dapat dituntut dengan tidak perlu pengaduan.”

Ditegaskan bahwa “Pasal ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik ataupun pendapat yang berbeda dengan yang dianut Presiden atau Wakil Presiden,” serta disebutkan “Penghinaan pada hakikatnya merupakan perbuatan yang sangat tercela karena menyerang/merendahkan martabat kemanusiaan, dan oleh karena itu dilarang di berbagai negara."

Penjelasan itu juga menyebutkan, “Dirasakan janggal atau tidak sepadan jika penghinaan terhadap orang biasa, orang yang sudah mati, bendera/lagu kebangsaan, lambang kenegaraan, petugas/pejabat umum, dan kepala negara sahabat saja dijadikan tindak pidana; sedangkan penghinaan terhadap Presiden tidak.”

Apakah pasal tersebut mengancam? Baca selanjutnya: Pasal Penghinaan Presiden Dinilai Amat Berbahaya

Dinilai Amat Berbahaya

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3 4
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER