Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf menyatakan pelaku tindak pidana selama ini kerap berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan hasil tindak pidana dari aparat penegak hukum.
Di samping itu, adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
Kompleksitas dari transaksi keuangan tersebut dalam banyak hal berdampak pada semakin canggihnya modus operandi tindak pidana pencucian uang yang kini tidak lagi sekadar mengandalkan peran media jasa keuangan. Dalam hal ini, kata Yusuf, para pelaku tindak pidana telah berusaha memanfaatkan profesi-profesi tertentu yang dilindungi undang-undang untuk bisa menjaga kerahasiaan kliennya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menyebutnya sebagai
gatekeeper. Profesi-profesi itu rentan dimanfaatkan oleh para pelaku pencucian uang untuk mengaburkan asal-usul uang atau dana yang sejatinya berasal dari tindak pidana," ujar Yusuf saat ditemui di kantornya, Jakarta, (6//8).
Menurut Yusuf, istilah gatekeeper diterapkan berdasarkan pada kesepakatan yang telah diamini oleh para praktisi dan akademisi dunia.
Gatekeeper merujuk pada profesional di bidang keuangan atau hukum dengan keahlian, pengetahuan, dan akses khusus kepada sistem keuangan global yang memanfaatkan keahliannya untuk menyembunyikan tindak pidana.
Masuknya profesi khusus sebagai Pihak Pelapor diklaim sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Financial Task Force (FATF). Dalam rekomendasi FATF disebutkan bahwa terhadap profesi tertentu yang melakukan transaksi keuangan mencurigakan untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna wajib melaporkan transaksi tersebut kepada unit intelijensia finansial, atau dalam hal ini PPATK.
"Kewajiban pelaporan oleh profesi tersebut telah diterapkan di banyak negara dan memiliki dampak positif terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang," kata Yusuf.
Yusuf mengatakan PP No. 43 sudah mulai diberlakukan sejak Juni 2015 dan saat ini tengah dalam tahap diseminasi.
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pencucian Uang menyebutkan profesi khusus di bidang keuangan dan/atau hukum sebagai pihak pelapor yang wajib melaporkan dugaan tindak pidana pencucian kliennya selaku pengguna jasa.
Peraturan ini juga turut diperkuat dengan Pasal 3 PP No. 43 Tahun 2015 menyebutkan pihak pelapor penyedia jasa dalam hal ini turut mencakup profesi advokat, notaris, pembuat akta tanah, akuntan, dan perencana keuangan wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK, yang dalam hal ini berperan sebagai Lembaga Pengawas dan Pengatur sebagaimana diatur dalam Pasal 5.
(utd)