Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengakui adanya kesalahan pengetikan nomor surat perintah penyidikan (sprindik) yang pernah dikeluarkan lembaga antirasuah saat menyidik Bupati Morotai Rusli Sibua. Pengakuan tersebut disampaikan saat Novel hadir sebagai saksi fakta di sidang gugatan praperadilan Rusli, Kamis (6/8) ini.
Sebelumnya, kuasa hukum Rusli sempat mempermasalahkan temuan sprindik dengan nomor ganda yang dikeluarkan KPK saat memeriksa tersangka perkara suap sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. Menurut kuasa hukum Rusli, kliennya diperiksa berdasarkan sprindik nomor Sprin.Dik-18/01/06/2015 dan Sprin.Dik-19/01/06/2015.
Namun, KPK melalui kuasa hukumnya telah menjawab masalah tersebut saat sidang praperadilan Rusli berjalan Selasa (4/8) lalu. Menurut KPK, kesalahan pengetikan nomor sprindik sudah diberitahu kepada Rusli melalui Berita Acara Penyidikan (BAP). (Baca juga:
Hadirkan 3 Saksi, Bupati Morotai Yakin Menang Praperadilan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada sidang hari keempat ini pembelaan juga diberikan oleh Novel. Menurutnya, hanya ada kesalahan pengetikan, bukan penerbitan sprindik ganda saat KPK memeriksa Rusli.
Tanggapan pun langsung diberikan kuasa hukum Rusli, Achmad Rifai, setelah mendengar penjelasan Novel. "Apakah wajar kesalahan pengetikan dilakukan di KPK?" katanya bertanya kepada Novel.
Novel pun menjawab tidak mampu memberi keterangan, karena ia hadir dalam persidangan sebagai saksi fakta. "Itu bukan kapasitas saya, saya tidak bisa menyampaikan karena kapasitas saya bukan ahli," jawabnya.
Mendengar perdebatan yang terjadi, Hakim Martin Ponto Bidara yang memimpin jalannya persidangan pun ikut turun tangan. "Sudah, kesalahan ketik itu wajar dilakukan di mana saja, bahkan di KPK juga," kata Martin yang jadi hakim tunggal. Praperadilan hanya dipimpin oleh satu hakim. (Baca juga:
KPK Minta Praperadilan Bupati Morotai Digugurkan)
Setelah itu, Novel kembali mengulang penjelasan sempat adanya salah ketik nomor sprindik yang dikeluarkan KPK saat menyidik Rusli.
KPK menyangka Rusli telah menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar senilai Rp 2,98 miliar untuk memuluskan sengketa Pilkada Morotai di MK.
Saat pilkada, Rusli dan pasangannya Weni R Paraisu, dinyatakan kalah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Morotai. Sementara itu, rival Rusli, Arsad Sardan dan Demianus Ice ditetapkan sebagai pemenang yang sah.
Tak terima, Rusli mengajukan gugatan sengketa ke MK. Saat mengadili gugatan sengketa pilkada, Akil menjabat sebagai seorang majelis hakim. Disebut dalam amar putusan Akil, penyetoran duit dilakukan sebanyak tiga kali dengan perantara yang berbeda. Kemudian, majelis hakim di MK pun memutuskan untuk mengabulkan gugatan Rusli sekaligus memutuskan penetapan pemenang Pilkada Morotai oleh KPU tidak sah. (Baca juga:
Bambang Widjojanto Dituding Terlibat Sengketa Pilkada Morotai)
Atas tindak pidana tersebut, Rusli disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(hel)