Pemerintah Diimbau Hati-hati Terapkan Hukuman Mati Koruptor

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Sabtu, 08 Agu 2015 16:10 WIB
Mantan Pelaksana Tugas Jaksa Agung, Darmono, menilai proses selesi terdakwa yang dihukum mati harus dilakukan secara baik untuk menekan kontroversi.
Gedung Kejaksaan Republik Indonesia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Pelaksana Tugas Jaksa Agung Darmono mengimbau Pemerintah untuk berhati-hati jika hendak menerapkan hukuman mati bagi koruptor. Menurutnya, proses seleksi bagi terdakwa yang akan dihukum mati harus dilakukan secara baik untuk menekan kontroversi yang muncul ke depannya.

"Hukuman mati mungkin saja, tapi sifatnya harus selektif banget, persyaratannya harus diperketat. Yang namanya nyawa tidak bisa main-main," ujar Darmono saat ditemui selepas menghadiri acara Halal bihalal di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (8/8). (Lihat Juga: Kejagung Terima Rekomendasi NU-Muhammadiyah soal Koruptor)

Darmono yang pernah menjabat Wakil Jaksa Agung juga menyampaikan persetujuannya terhadap Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang meminta Pemerintah melakukan eksekusi mati kepada koruptor. Menurutnya, hukuman berat harus diberikan pada setiap orang yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. (Lihat Juga: Hakim Tipikor Beberkan Cara Vonis Koruptor)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peraturan bagi koruptor yang terdapat dalam undang-undang nomor 31 Tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinilai dapat mendasari penerapan hukuman mati dilakukan.

"Kalau itu sudah kesepakatan nasional melalui undang-undang ya kami dukung. Yang penting, apa yang diberlakukan undang-undang itu adil terhadap sifat perbuatannya, terhadap akibat yang ditimbulkan," katanya. (Baca Juga: KontraS Tak Setuju Koruptor Dihukum Mati)

Pada Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor disebutkan, "dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Koruptor dapat dijatuhi hukuman mati jika ia terbukti pernah melakukan korupsi sebelumnya, melakukan korupsi saat negara dalam keadaan bahaya, terjadi bencana alam nasional, atau korupsi saat negara mengalami krisis ekonomi.

Sementara itu, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama berpendapat lebih baik memiskinkan orang yang menerima hasil korupsi daripada memberikan hukuman mati. Pada intinya, Ahok menolak penerapan hukuman terhadap koruptor.

"Kalau wacana saya lebih baik memiskinkan seumur hidup keluarganya yang ketauan duitnya dari si koruptor, baru orang takut. Orang enggak takut mati," kata dia menegaskan. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER