Jakarta, CNN Indonesia -- Tujuh program pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia disebut akan batal dilaksanakan lantaran Presiden Indonesia Joko Widodo tidak menandatangani prasasti yang sudah disiapkan saat sang Presiden memberikan pidato kenegaraan, Jumat (14/8) lalu.
Namun begitu, DPR RI menegaskan bahwa hal tersebut bukan berarti Jokowi tidak setuju dengan proyek pembangunan tersebut. Menurut Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto, hari itu memang tidak ada jadwal Jokowi menandatangani prasasti proyek pembangunan.
"Memang tidak ada rencana itu, jadi tidak ada hubungannya realisasi penganggaran dengan yang terjadi kemarin," kata Agus saat ditemui di kompleks DPR RI, Selasa (18/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus mengatakan pembangunan proyek DPR RI tersebut akan bertahap dan didasari oleh kecukupan ruang DPR RI. Agus mengakui bahwa ruang yang dimiliki oleh DPR RI tidak mencukupi.
Nantinya, kata Agus, DPR RI akan menggunakan lahan yang sekarang ditempati oleh Dewan Perwakilan Daerah RI. Sedangkan DPD RI akan pindah ke gedung yang sekarang ditempati oleh Kementerian Pemuda dan Olah Raga.
Sementara untuk perkembangan saat ini, Agus masih bungkam soal anggaran. Menurutnya saat ini masih masuk dalam tahap konsultasi perencanaan.
“Setelah konsultan pelakdanaan, lalu realisasi tender, dan pelaksanaan anggaran. Maka dari itu sekarang masih taraf sosialisasi dan konsultan perencanaan," kata Agus.
Berdasarkan agenda yang diterima CNN Indonesia dari DPR, Jokowi direncakan untuk menandatangani prasasti pembangunan kompleks parlemen bersama dengan Ketua DPR Setya Novanto. Namun usai pemberiaan pidato, Jokowi tidak jadi menandatangani prasasti itu. Sumber istana menyatakan Jokowi masih belum berkenan dengan mega proyek DPR ini.
Sebelumnya DPR RI merencanakan sebuah program pembangunan yang terdiri atas tujuh tahapan. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah selaku ketua tim pembangunan merinci tujuh program pembangunan tersebut.
Tahap pertama dimulai dengan membangun alun-alun demokrasi yang berbentuk plaza reformasi bagi publik. Tempat ini akan menjadi tempat unjuk rasa dan penyampaian aspirasi publik terbesar di Indonesia
Tahap kedua adalah membangun museum dan perpustakaan. Fahri mengungkapkan pembangunan tersebut akan menggunakan gedung bundar yang lama. Menurut Fahri Gedung bundar adalah ikon nasional yang mendunia dan kaya pengetahuan.
Tahap ketiga adalah membangun akses publik ke gedung DPR RI untuk mempermudah tamu dan publik agar bisa mengunjungi fasilitas yang ada di perpustakaan, museum, dan ruang sidang di komplek parlemen tersebut.
Selanjutnya, tahap keempat, adalah pusat pengunjung. Pusat pengunjung akan dikelola sebagai aktivitas menerima pengunjung harian untuk menimba ilmu, berdiskusi, dan berwisata.
Tahap kelima adalah membangun ruangan pusat pengkajian legislasi dan revisi undang-undang.
Tahap keenam adalah pembangunan ruang anggota dan tenaga dengan standar yang berlaku untuk semua anggota DPR dan staf pendukung. Saat ini, ujar Fahri, pembangunan sangat tidak terstruktur dan tiap anggota punya kreativitas ruangan masing-masing.
Tahap terakhir adalah integrasi kawasan untuk mengintegrasikan kawasan bagi anggota dan akan menjadi ikon baru dan menjadi tempat kunjungan warga negara Indonesia dan warga negara asing.
(hel)