Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, memerintahkan pengacara kondang sekaligus terdakwa suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, OC Kaligis, untuk diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Perintah dibacakan dalam penetapan pengadilan atas permintaan dari Deputi Penindakan KPK Warih Sadono.
"Majelis mengizinkan penyidik KPK untuk melakukan pemeriksaan terdakwa (OC Kaligis) sebagai saksi untuk tersangka Gatot Pujo Nugroho (Gubernur Sumatera Utara) dan Evy Susanti (istri Gatot) ," kata Hakim Ketua Sumpeno saat sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (31/8).
Pemeriksaan dijadwalkan akan berlangsung di Gedung KPK, Jakarta, pada Hari Rabu, 2 September 2015. Mendengar pernyataan tersebut, Kaligis berang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menolak diperiksa oleh penyidik KPK. Kaligis mengklaim memiliki hak untuk menolak diperiksa lantaran dirinya berstatus terdakwa. "Sesuai KUHAP, terdakwa berhak menolak diperiksa. Saya juga tidak kenal apa itu saksi mahkota," kata Kaligis menjawab hakim.
Kaligis, bakal diperiksa sebagai saksi mahkota atau saksi induk untuk pasangan suami istri itu. Kaligis dinilai mengetahui proses suap yang juga menjerat dua tersangka ini.
Terkait pemeriksaan, Kaligis sendiri tak pernah mau diperiksa oleh tim penyidik KPK, sekalipun sebagai saksi atau tersangka untuk kasusnya sendiri. Ia murka lantaran KPK tak memperlakukan dirinya dengan hormat.
(Baca juga: OC Kaligis 'Curhat' Tak Bisa Bayar Gaji Karyawan)Alih-alih menerima penetapan, Kaligis justru meminta hakim melalui penetapan pengadilan untuk mengizinkan dirinya bertemu dengan pengacara saat di rumah tahanan. "Saya minta agar bebas bertemu," kata Kaligis.
Menanggapi Kaligis, hakim justru menegurnya. Hakim Sumoeno mengatakan tak semua hal bisa dimintakan penetapannya. "Coba Saudara baca PP Nomor 58 Tahun 1999," kata Sumpeno. Kaligis pun menyanggupinya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, merujuk berkas dakwaan untuk Kaligis yang telah dibacakan jaksa KPK, kasus suap bermula pada tanggal 16 Maret 2015. Saat itu, Kejaksaan Tinggi Sumut memanggil Fuad yang tak lain adalah anak buah Gatot. Fuad diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial (bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS, tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah Badan Usaha Milik Daerah pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Gatot yang mengetahui surat pemanggilan itu pun kebakaran jenggot. Ia tak ingin namanya dicatut oleh Fuad sampai penyidik memanggilnya untuk diperiksa.
Alhasil, sekitar bulan Maret 2015, Gatot dan sang istrinya Evy Susanti, segera terbang ke Jakarta untuk menemui Kaligis di kantornya.
(Baca juga: Jerat Suap OC Kaligis)Pasangan suami istri ini pun meminta Kaligis untuk menjadi kuasa hukum Fuad. Selanjutnya, sekitar bulan April 2015 di sebuah rumah makan di Medan, Fuad atas permintaan Gatot meneken surat kuasa kepada tim penasihat hukum OC Kaligis & Associates.
Usai persetujuan hitam di atas putih, Kaligis dan timnya segera bergegas mengatur strategi. Tujuannya satu, bagaimana caranya agar gugatan kliennya menang. Kaligis dan Geri pun melobi hakim dan panitera PTUN Medan. Lobi tersebut, didakwa jaksa KPK, menggunakan duit suap. Total duit suap yakni Sin$ 5.000 dan US$ 22 ribu, kepada Dermawan, Amir, Tripeni, dan Syamsir.
Duit berasal dari Gatot dan Evy sementara penyerahan dilakukan oleh Kaligis dan Geri. Lantaran duit pemulus tersebut, majelis hakim mengabulkan gugatan dan Kejaksaan menghentikan penyelidikan.
Atas tindakan tersebut, Kaligis didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Gatot dan Evy, disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(sur)