Warisan Kasus Kontroversial Buwas untuk Anang Iskandar

Rinaldy Sofwan & Suriyanto | CNN Indonesia
Rabu, 09 Sep 2015 06:46 WIB
Komjen Budi Waseso banyak mengusut kasus yang menuai polemik selama delapan bulan menjabat. Kasus-kasus itu kini ada di tangan Komjen Anang Iskandar.
Komjen Budi Waseso (kiri) berjabat komando dengan Komjen Anang Iskandar (kanan) sebelum acara serah terima jabatan di Mabes Polri, Jakarta, Senin (7/9). (ANTARA/Muhammad Adimadja)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisaris Jenderal Budi Waseso hanya delapan bulan memimpin Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI. Namun dalam rentang waktu itu, beberapa kasus yang ditanganinya menimbulkan polemik. Bukan cuma karena kasusnya yang berskala besar dan diduga melibatkan lembaga atau perusahaan besar, sebab ada pula kasus yang dinilai remeh dan terlalu kecil untuk ditangani Mabes Polri.

Salah satu kasus yang menimbulkan kontroversi adalah kasus pemberian kesaksian palsu yang menjerat Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto. Proses penanganan kasus BW dinilai berlebihan. Tanpa ada pemeriksaan sebagai saksi lebih dulu, BW ditangkap di jalan usai mengantar anaknya ke sekolah. Bambang juga diborgol saat ditangkap. (Baca: Bambang Widjojanto Ditangkap Polisi di Depan Butik)

Bambang dijerat kasus tahun 2010, saat ia masih menjadi pengacara dan bertindak sebagai kuasa hukum Bupati Kotawaringin Barat Ujang Iskandar. BW disangka mengarahkan saksi Ratna Mutiara untuk memberikan kesaksian palsu dalam sidang sengketa Pemilihan Kepala Daerah di Mahkamah Konstitusi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berkas perkara yang mulai disidik pada Januari ini sebenarnya sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum, namun penanganan tersangka dan barang buktinya tak kunjung dilimpahkan untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan.

"Nanti, kalau jaksa sudah meminta, akan kami limpahkan segera," kata Budi Waseso semasa masih menjabat Kepala Bareskrim Polri. (Baca: Menerka Babak Lanjutan Perkara Kesaksian Palsu Bambang Widjojanto)

Ketidakjelasan tak hanya menimpa BW. Kasus yang menjerat Ketua nonaktif KPK Abraham Samad pun belum sampai ke meja hijau. Samad disangka menyalahgunakan wewenang dengan melakukan lobi politik terkait niatnya maju menjadi calon wakil presiden 2014.

Samad diduga memberikan imbalan keringanan hukuman bagi kader PDIP Emir Moeis yang sedang diproses hukum di KPK agar bisa dipasangkan dengan Presiden Joko Widodo. Kasus ini dilaporkan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch Muhammad Yusuf Sahide pada Januari.

Laporan berawal dari sebuah tulisan blog 'Rumah Kaca Abraham Samad' yang menceritakan langkah Samad ingin menjadi calon wakil presiden Jokowi. (Baca: Kronologi Pertemuan PDIP-Abraham Samad Versi Hasto)

Berkas perkara Samad ini sudah dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum. Namun, seperti kasus Bambang Widjojanto, pelimpahan tahap II untuk dilanjutkan ke penuntutan belum kunjung dilakukan.

Satu lagi punggawa KPK yang tersangkut masalah hukum di Bareskrim adalah penyidik Novel Baswedan. Kasus dugaan penganiayaan yang menjeratnya kembali dibuka oleh Bareskrim di bawah kepemimpinan Budi Waseso. Padahal kasus Novel itu sempat dihentikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Novel diduga menganiaya tersangka pencuri sarang burung walet saat masih menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal di Kepolisian Daerah Bengkulu tahun 2004. (Baca: Kronologi Kasus Pidana Novel Baswedan Versi Polri)

Selain pentolan KPK, masih ada sejumlah tokoh lain yang juga mesti berurusan dengan penyidik Bareskrim. Sebut saja bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang terjerat kasus dugaan korupsi payment gateway.

Denny disangka menjadi otak dari sistem yang diduga merugikan negara. Sistem pembayaran paspor secara elektronik itu membebani pemohon dengan biaya tambahan yang dianggap tidak sah sebesar Rp5.000. Selain itu, aliran dananya ditampung lebih dulu di rekening pihak ketiga sebelum masuk ke kas negara. (Baca juga Budi Waseso: Denny Indrayana Tersangkut Enam Kasus)

"Kasus Novel dan Denny segera menyusul tahap dua," kata Buwas saat ditanyai soal nasib dua kasus tersebut, usai upacara serah terima jabatan antara dia dan Anang Iskandari.

Belum lagi kasus pencemaran nama baik di mana dua pegiat Indonesia Corruption Watch, Adnan Topan Husodo dan Emerson Yuntho, menjadi terlapor. Keduanya dilaporkan oleh pakar hukum Romli Atmasasmita karena menyebut Romli tidak memiliki rekam jejak ideal dalam pemberantasan korupsi.

Kasus pencemaran nama baik juga menimpa dua komisioner Komisi Yudisial, Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Syahuri. Keduanya dilaporkan oleh Sarpin Rizaldi, hakim tunggal yang mengabulkan gugatan praperadian Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

Budi yang kini menjabat Wakapolri ini dahulu mengugat penetapan tersangkanya oleh KPK dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi. (Baca juga: KPK Bantah Langgar Prosedur Hukum dalam kasus Budi Gunawan)

Jika Sarpin adalah hakim dalam praperadilan BG tersebut, maka Romli adalah saksi ahli dalam sidang yang sama.

Sejumlah kasus itu disebut-sebut sebagai kriminalisasi yang dilakukan polisi terhadap KPK dan pendukungnya.

Di luar kasus-kasus kontroversial itu, ada juga kasus-kasus dugaan korupsi besar yang diusut oleh Bareskrim. Misalnya kasus dugaan korupsi pada proses jual beli kondensat yang melibatkan BP Migas dan PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Kasus yang diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah itu telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum namun belum dinyatakan lengkap.

Mantan Kepala BP Migas Raden Priyono sudah jadi tersangka dalam kasus ini bersama bekas Deputi Finansial BP Migas Djoko Harsono dan pemilik lama PT TPPI Honggo Wendratno.

Selain itu, ada juga kasus dugaan korupsi pada proses pencetakan sawah di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, dan kasus dugaan korupsi pada pengadaan bahan bakar high speed diesel. Kedua kasus ini sempat menyeret nama mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang bolak-balik Bareskrim untuk diperiksa sebagai saksi. Hingga kini proses pemberkasan kedua kasus belum juga rampung.

Terakhir, Bareskrim menggeledah PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II terkait dugaan korupsi pengadaan 10 mobile crane. Penggeledahan ini sempat disebut-sebut sebagai pemicu keputusan mutasi Buwas menjadi Kepala BNN.

Aksi Budi dianggap mengakibatkan kegaduhan sehingga mengganggu stabilitas negara. Respons Direktur Utama Pelindo II RJ Lino yang menelepon Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil disebut ikut berpengaruh.

Secara implisit, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyinggung Budi dengan meminta penegak hukum tak menimbulkan kegaduhan.

Kini kasus-kasus tersebut menjadi tanggung jawab Komjen Anang Iskandar sebagai pengganti Budi untuk menuntaskannya. Anang berjanji akan melanjutkan kasus pidana yang diwariskan Budi, termasuk kasus Pelindo II.

"Penyidik di tangan siapapun Kabareskrim-nya, kebijakan sama. Jangan khawatir, saya akan melanjutkan apa yang telah dikerjakan Pak Budi Waseso," kata Anang. (sur/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER