Jakarta, CNN Indonesia -- Politisi Partai NasDem Syarif Abdullah mengkritik penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan masih menyasar kepada masyarakat kecil, sehingga menyebabkan aksi pembakaran terus terjadi.
"Selama ini kita tidak pernah liat penegakan hukumnya. Karena dia petani membakar lahan, dia yang ditangkap, dijadikan tameng perusahaan," kata Syarif dalam diskusi soal kebakaran hutan di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Anggota Komisi II itu mengaku heran karena selama ini ia belum pernah melihat perusahaan-perusahaan besar yang ditangkap dan diproses secara pidana. Hal ini menurutnya, akan merugikan masyarakat di masa mendatang yang akan menerima hutan telah habis terbakar. Ia menekankan perlunya solusi permanen dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk itu, harus dilakukan secara permanen dan melakukan penindakan hukum secara berkeadilan," kata Syarif.
Syarif menjelaskan prinsip keadilan dalam penegakan hukum perlu diterapkan agar tidak hanya masyarakat kecil yang dijadikan sebagai sasaran pelaku pembakaran hutan, namun perlu juga disasar pemilik lahan yang menurutnya masih aman dan tidak tersentuh. Padahal baginya, kebakaran hutan terjadi setelah ada pembukaan lahan untuk dijadikan perkebunan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono menyebutkan dalam menangani kebakaran hutan dan lahan, pihaknya tengah menyusun solusi permanen agar tidak terjadi kejadian serupa di masa mendatang.
"Kita buat solusi permanen buat tahun depan dari proses penegakan hukum," kata Bambang.
Bambang menjelaskan nantinya kebakaran akan dicegah melalui identifikasi areal hutan dan lahan yang terbakar, serta pemilik lahan. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi satelit dan analisis ground check. Saat ini, ia mengklaim telah dilakukan langkah tersebut, namun hasilnya masih harus menunggu sekitar satu minggu mendatang.
Namun, Bambang menekankan diperlukan komitmen yang kuat dan konsep yang jelas dari berbagai pihak seperti politisi, birokrat, masyarakat, akademisi atau pakar, TNI-Polri dan juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), agar semua langkah yang dilakukan tidak sia-sia.
"Aparat punya kompetensi masing-masing harus mampu berjejaring dalam bekerja, sekalipun multidoor. Intinya komitmen, karena karakter yang tidak sama," kata Bambang.
Saat ini, Berdasarkan data terakhir dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dihimpun melalui satelit hingga 9 September 2015, luas area lahan pemanfaatan yang terindikasi kebakaran di Sumatera dan Kalimantan mencapai 190.993 hektare.
Selain itu, sebanyak 114 perusahaan terindikasi melakukan pembakaran hutan dan lahan. Dari 114 perusahaan yang berada di 8 provinsi di wilayah Sumatera dan Kalimantan yang terindikasi melakukan pembakaran hutan dan lahan, perusahaan yang berada di Sumatera Selatan mempunyai jumlah paling banyak.
Ke-19 perusahaan, diantaranya PT BMH, PT RHM, PT SWI, PT BAP, PT BPU, PT GAL, PT WLM, PT CMB, PT TPJ, PT DGS, PT RPP, PT IAL, PT BKI, PT BSC, PT SAM, PT RE, PT DAS, PT CT dan HGU.
(hel/hel)