Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu penanda tangan usulan revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Arwani Thomafi menolak jika tanda tangannya diartikan setuju dengan isi draf revisi UU lembaga antirasuah.
"Tidak bisa digeneralisir bahwa semua yang tanda tangan sebagai setuju dengan seluruh atau sebagian draf revisi UU KPK yang beredar itu," ujar Arwani melalui pesan tertulisnya, Kamis (8/10).
Politikus Partai Persatuan Pembangunan itu mengungkapkan, tanda tangannya tidak berhubungan dengan isi draft Rancangan UU yang beredar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, tanda tangan itu dimaksudkan agar usulan revisi UU KPK itu tidak hanya datang dari pemerintah, melainkan juga diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat yang kemudian dimasukkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2016, dan bukan untuk dibahas di tahun 2015.
Anggota Komisi II itu menyatakan jika kemudian tanda tangannya diartikan sebagai tanda setuju dengan seluruh isi draf revisi UU maka ia pun siap untuk menarik tanda tangannya.
"Jika disimpulkan bahwa yang tanda tangan itu adalah juga yang setuju dengan seluruh isi draft RUU yang beredar dan saya tidak tahu menahu itu, maka saya akan menarik tanda tangan saya," kata Arwani.
Arwani menyatakan pemerintah dan DPR sudah sepakat untuk merevisi UU KPK. Namun, ia megatakan hal yang belum disepakati adalah kapan dan substansi apa saja yang akan direvisi.
Arwani meyakini tidak ada fraksi yang menolak revisi UU KPK untuk masuk di daftar panjang maupun menolak usul pemerintah untuk memasukkan revisi UU KPK di Prolegnas prioritas 2015. "Meski ada yang menyatakan menolak tapi kan sebatas di media. Bedakan antara sikap di rapat resmi di DPR dengan pernyataan di media," ujar Arwani.
Arwani menegaskan dirinya tidak mengetahui draf revisi UU KPK yang beredar, dan bukan berarti tidak membacanya. Ia menjelaskan selama ini proses dalam pengusulan RUU menjadi prioritas, atau menggeser RUU dari longlist ke prioritas, tidak dipersyaratkan tersedianya draf RUU yang dimasukan.
Ia mencontohkan, saat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengusulkan menggeser revisi UU KPK dari daftar panjang ke prioritas 2015, diakuinya anggota Badan Legislasi DPR juga tidak membaca draf RUU-nya. "Waktu itu hanya pertanyaan-pertanyaan saja lalu diambil keputusan setuju," ungkap Arwani.
Hal senada diakui Juru Bicara Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya yang mengaku hanya meneken dan memberikan usulan. Sementara bahan atau draf revisi UU KPK belum diketahuinya.
Ihwal surat edaran usulan revisi UU KPK, ia hanya mengetahui bahwa minggu lalu surat telah diedarkan ke fraksi. "Itu ada di fraksi, semua org bebas tanda tangan. Sejak minggu lalu sudah diedarkan," ujar Tantowi kemarin.
(bag)