Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Saleh Daulay mendukung langkah pemerintah untuk memberikan hukum kebiri bagi pelaku kejahatan seksual kepada anak.
"Saya mendukung pemberatan hukuman untuk setiap kekerasan seksual khususnya terhadap anak, tapi jenis hukumannya perlu dikaji dulu oleh pemerintah," kata Saleh saat dihubungi CNN Indonesia.
Meski demikian, Saleh mengatakan pemberian hukuman kebiri yang dinyatakan Jaksa Agung perlu dikaji terlebih dahulu. Alasannya, kebiri menurutnya berbeda dengan pemotongan saraf seksual.
Kekhawatiran pun muncul saat eksekusi kelak apakah pihak jaksa atau dokter, jika kebiri ditafsirkan sebagai potong habis. Sebab, menurutnya, dalam kode etik kedokteran tidak diperbolehkan membuat disfungsi organ tubuh manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka perlu didiskusikan siapa eksekutornya. Ikatan Dokter Indonesia perlu diajak membahas hal itu," ujar Saleh.
Hal ini perlu dilakukan agar ke depan tidak terjadi kekosongan eksekutor. Saleh juga menambahkan, jika pemerintah akan menyiapkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu) sebagai payung hukum, maka perlu kajian serius dan menetapkan terlebih dahulu status darurat kekerasan seksual kepada anak.
"Pemerintah harus mengumumkan darurat kekerasan seksual anak, dengan data-data valid. Misalnya ada daerah rawan kekerasan seksual pada anak. Sehingga memang memungkinkan keluarkan Perppu itu," kata Saleh.
Wakil Ketua Komisi VIII, Sodik Mudjahid, menyatakan parlemen siap merevisi Undang-undang Perlindungan Anak untuk mendukung pemberian sanksi yang lebih berat bagi pelaku kekerasan seks terhadap anak.
Sodik pun menyebutkan tugas parlemen saat ini selain melakukan revisi UU, juga melakukan pengawasan penegak hukum agar menjatuhkan sanksi maksimal bagi pelaku. Dia juga menyatakan pemberian hukuman kebiri juga sudah menjadi pemikiran dari anggota komisinya.
Namun, lebih dari itu, Sodik menekankan bahwa pencegahan kekerasan seksual terhadap anak, tidaklah cukup hanya dengan memberikan sanksi berat.
"Yang lebih penting adalah pencegahan dini terhadap kekerasan seksual anak," kata Sodik dalam pesan tertulisnya.
Oleh karenanya, Sodik mengatakan DPR telah melakukan langkah peningkatan anggaran sejak tahun lalu, dengan menaikan ngggaran perlindungan anak dan tahun ini telah disepakati dengan pemerintah.
Diketahui, anggaran program perlindungan anak telah dialokasikan sebesar Rp 249,642 miliar pada RAPBN 2016. Sementara, total alokasi anggaran 2016, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Rp 769,332 miliar.
Sebelumnya, Jaksa Agung M Prasetyo mengungkapkan, salah satu solusinya adalah dengan memutus atau mengebiri saraf libido dari pelaku kejahatan seksual.
Prasetyo menuturkan, kejahatan seksual sudah masuk kategori kejahatan luar biasa, sehingga penanganannya juga harus luar biasa.
"Jadi selain diatur dalam Undang-undang Perlindungan Anak tentunya kami perlu mencari terobosan yang betul-betul bisa perlu menjerakan itu. Kasih hukuman tambahan dikebiri," kata Prasetyo di Kompleks Istana kemarin.
(meg)