RJ Lino Bantah Minta Bantuan Teten Via Pesan Singkat

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Rabu, 18 Nov 2015 16:13 WIB
Direktur Utama PT Pelindo II tersebut membantah menjadi pengirim pesan kepada Teten dan mengancam akan mengundurkan diri jika tidak mendapat bantuan.
Dirut PT Pelindo II RJ Lino usai diperiksa di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Senin (9/11). (CNN Indonesia/Rinaldy Sofwan Fakhrana)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) Richard Joost Lino membantah dirinya pernah mengirim pesan singkat (SMS) untuk meminta bantuan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki terkait kasus dugaan korupsi.

Ditemui Rabu (18/11), Lino membenarkan memang pernah mengirim SMS kepada Teten. Namun, sms itu dikirimkan bukan untuk meminta bantuan.

"Lihat saya datang sendiri, sekuriti juga tidak ada. Saya percaya tempat polisi pasti aman," kata Lino usai diperiksa di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (18/11).
Kedatangannya kali ini memang tidak seperti pada pemeriksaan yang pertama. Jika pada pemeriksaan pertama dia didampingi belasan orang pengawal, kini dia hanya dikawal dua orang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bukan itu (meminta bantuan) smsnya. Itu waktu dulu, makanya ini dibolak-balik," ujar Lino.
Sebelumnya, beredar SMS yang diduga dikirim RJ Lino kepada Teten. Dalam SMS itu pengirim yang menyebut dirinya sebagai Lino meminta penerima yang disebut sebagai Teten meminta "dukungan dan komitmen yang jelas dari orang nomor 1 dan 2 di negeri ini."

Jika tidak mendapatkan dukungan, orang itu mengancam akan segera menyampaikan surat pengunduran diri.
Isi SMS ini kurang lebih serupa dengan percakapan Lino dengan Kepala Badan Perencanaan Nasional Sofyan Djalil saat kantornya digeledah Agustus lalu. Saat itu dia menelepon Sofyan di depan awak media dengan menggunakan pelantang suara dan mengancam akan mengundurkan diri.

Tak lama setelah kejadian itu, Komisaris Jenderal Budi Waseso ditukar posisinya dengan Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Anang Iskandar. Kini, mantan bos reserse itu menempati jabatan Kepala Badan Narkotika Nasional.

Dalam kasus ini, penyidik menduga ada motif korupsi di balik pengadaan 10 mobile crane yang mangkrak di Pelabuhan Tanjung Priok.

Alasannya, alat-alat berat itu seharusnya dikirimkan ke delapan pelabuhan berbeda di berbagai daerah Indonesia. Namun, setelah diselidiki, polisi menduga pelabuhan-pelabuhan itu ternyata tidak membutuhkannya. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER