Apa janji Jokowi yang membuat Ibu sangat menaruh harapan?Visi, misi, dan program aksinya itu, di butir FF bunyinya, kami berkomitmen untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu karena masih menjadi beban politik bangsa, seperti kasus kerusuhan Mei 98, Trisakti Semanggi I dan II, Penghilangan Paksa, Talang Sari Lampung, Penembakan Misterius, Tanjung Priuk, Tragedi 1965.
Butir GG bunyinya, kami berkomitmen menghapus imunitas dalam sistem hukum nasional dan seterusnya. Ini menjanjikan sekali. Ngapain saya ngadain aksi Kamisan. Tapi itu ternyata enggak. Benar, enggak. Padahal visi misi sudah jelas tertulis seperti itu, yang membuat saya akan berhenti Kamisan.
Pada saat pidato presiden di Yogyakarta pada Hari HAM, Jokowi bilang, “Kami akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu secara yudisial dan non yudisial.” Tapi pada pidato 14 Agustus di depan DPR, Jokowi ngomongnya, “Kami menginginkan rekonsiliasi nasional.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kalau presiden mau menyelesaikan secara rekonsiliasi nasional, sama saja mengabaikan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Di sana diatur kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum undang-undang ini disahkan, diselesaikan melalui pengadilan HAM adhoc.
Mekanismenya, Komnas HAM melakukan penyelidikan, Kejaksaan Agung menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM ke tingkat penyidikan. Kalau terbukti terjadi pelanggaran HAM berat, maka DPR menerbitkan surat rekomendasi kepada presiden untuk menerbitkan Keputusan Presiden pembentukan pengadilan HAM adhoc. Waktu itu berkas penyelidikan Komnas HAM untuk kasus-kasus itu dipingpong. Komnas HAM diserahkan ke Kejagung, Kejagung diserahkan ke Komnas HAM.
Jadi ibu menolak rekonsiliasi nasional?Saya tidak menolak rekonsiliasi. Tetapi mekanisme yang diatur dalam UU Nomor 26 tahun 2000 itu dilaksanakan. Apalagi didukung dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU tahun 2008 yang menyatakan, terjadi atau tidak terjadi pelanggaran HAM berat ditentukan oleh Komnas HAM sebagai lembaga penyelidik dan Kejaksaan Agung sebagai lembaga penyidik. Itu dilaksanakan dulu. Kejaksaan Agung jangan menghindar, mengelak, mengabaikan! Tindaklanjuti dulu.
Dalam UU itu juga ada pasal yang berbunyi, tidak tertutup kemungkinan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu diselesaikan melalui komisi kebenaran dan rekonsiliasi (KKR).
Selama 419 kali mengirim surat kepada Presiden, pernah ada balasan atau tanggapan?Tahun 2008, kami pernah diterima sama Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden kelima dan keenam). Ada beberapa surat yang diteruskan ke lembaga-lembaga terkait. Ada yang Jaksa Agung, Jampidsus, Sekretaris Mahkamah Agung, Menko Polhukam, Kementerian Hukum dan HAM, Dirjen Tenaga Kerja. Karena aksi kami tidak hanya soal kasus HAM, tapi juga kasus lain.
Dulu, Nazaruddin (tahanan KPK sekaligus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat) bikin surat ke presiden langsung ditanggapi. Sementara kami yang aksi Kamisan, enggak pernah dapat tanggapan dari presiden.
Bagaimana pada masa Presiden Jokowi?Apalagi Jokowi yang blusukan ke mana-mana. Kami belum pernah dipanggil. Kami sudah pernah minta permohonan audiensi. Surat ada yang ditanggapi, diteruskan ke Sekjen Kemenkumham, kemudian diterima oleh Dirjen HAM. Akhirnya kami ke sana.