Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Fadly Nurzal dicecar penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait suap yang diberikan Gubernur nonaktif Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho. Fadly mengaku dirinya tak menerima duit pelicin pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan penolakan hak interpelasi dari Gatot tersebut.
"Saya tidak terima uang (dari Gatot). Saya tidak ikut mengajukan interpelasi," kata Fadly di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (19/11).
Mantan anggota DPRD Sumatra Utara ini mengatakan, ia juga tak mengetahui kabar yang beredar soal duit pelicin untuk koleganya. Fadly mengaku sibuk mempersiapkan gelaran Pilkada ttahun 2012 yang diikutinya. Saat itu, Fadly menjadi calon wakil gubernur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada yang mengajukan interpelasi, itu hak anggota. Tapi tidak tahu (uang suap) karena saya tidak mengikuti," ujarnya.
Sementara itu, Fadly juga ditanya soal mekanisme pembahasan dan pengesahan APBD. "Ditanya (penyidik) masih seputar mekanisme APBD dan pre APBD," katanya.
Pelasakana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan penyidik memeriksa anggota DPR dari daerah pilihan Sumut ini sebagai saksi untuk Gatot.
Keterangan Fadly dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan Gatot. Sebelum Fadly, KPK juga mencecar 24 pertanyaan kepada Anggota DPR Fraksi Demokrat, Rooslynda Marpaung, terkait tugas, pokok, dan fungsi sebagai anggota DPRD.
Dua orang anggota DPR RI ini diduga mengetahui, menyaksikan, atau mendengar suap Gatot pada lima mantan anggota DPRD Sumut.
Kelimanya adalah Wakil Ketua DPRD Kamaludin Harahap, eks Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun dan tiga Wakil Ketua DPRD Sumut diantaranya Sigit Purnomo Asri dan Chaidir Ritonga, serta anggota DPRD setempat yang kini menjadi Ketua DPRD, Ajib Shah.
Mereka juga diduga menerima duit suap dari Gatot. Uang pelicin digunakan untuk melobi anggota parlemen agar mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan penolakan hak interpelasi.
"Interpelasi yang pertama soal anggaran, yang kedua bansos," kata Fadly.
Para anggota dewan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto 64 ayat 1jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sementara Gatot disangka pasal 5 ayat 1 atau 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto 64 jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
(meg)