KontraS: Penangkapan Mahasiswa Papua Bukti Ketakpedulian RI

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Rabu, 02 Des 2015 15:44 WIB
Penangkapan ratusan mahasiswa dalam aksi 1 Desember membuktikan Papua masih belum dilihat dalam situasi setara dan non diskriminatif.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Kekerasan, Haris Azhar, saat ditemui di Jakarta, Jumat (13/8). (CNN Indonesia/ Abraham Utama)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengatakan penangkapan ratusan mahasiswa Papua dalam aksi damai 1 Desember kemarin menunjukkan belum adanya itikad baik pemerintah atas nasib warga Papua.

"Penangkapan ini membuktikan Papua masih belum dilihat dalam situasi setara, non diskriminasi dan dianggap sebagai subyek hukum yang punya hak sama seperti Warga Negara Indonesia (WNI)," kata Koordinator KontraS Haris Azhar melalui pernyataan yang diterima CNN Indonesia, Rabu (2/12).
Lebih jauh, Haris mengatakan penangkapan sewenang-wenang atas mahasiswa Papua juga mencederai komitmen Indonesia dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, Undang-Undang HAM Nomor 39/1999, jaminan mengemukakan opini di depan umum sesuai dengan UU Nomor 8/1998 dan termasuk komitmen Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk tunduk pada standar HAM melalui Perkap Nomor 8/2009.

"Publik harus tahu saat ini pemerintah Indonesia melalui Kantor Staf Kepresidenan tengah gencar merancang kampanye untuk memunculkan berita baik seputar Papua sebelum Jokowi berkunjung ke Papua pada 10 Desember nanti," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk tujuan itu, pemerintah, ujarnya, akan mengabarkan praktik pembangunan masif yang telah diagendakan di Papua, akses berjualan bagi perempuan Papua di pasar, jembatan, jalan raya rumah sakit dan lain sebagainya.

Tak hanya itu, pembebasan tahanan politik Filep Karma juga dinilai sebagai bagian dari politik pencitraan tersebut.
Namun, Haris menyebutkan pembangunan dan pembebasan tersebut tidak ada artinya jika pemerintah masih saja melakukan kesewenangan terhadap warga Papua.

"Agenda ini tidak memiliki arti apa-apa apabila pemerintah melulu melihat Papua dalam pendekatan keamanan, jurnalis masih direpresi, akses informasi dibatasi dan warga Papua terus dikriminalisasi," katanya.

Selain menangkap ratusan mahasiswa Papua yang berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Haris mengatakan polisi juga melakukan pemukulan dan penganiayaan terhadap sejumlah jurnalis asing yang sedang meliput.

Mereka adalah Step Vaessen (Al-Jazeera), Chris B (Bloomberg), Archicco Guiliano (ABC Australia) dan wartawan BBC.

"Mereka dipaksa menghapus video dan foto aksi pembubaran paksa. Pemukulan menggunakan rotan juga diarahkan kepada jurnalis asing yang meliput aksi," kata Haris.
Hingga saat ini, kata Haris, masih belum ada tindak lanjut atas kasus kekerasan tersebut.

Sebelumnya, ratusan mahasiswa asal Papua dikumpulkan di Polda Metro Jaya pasca unjuk rasa berujung rusuh di Bundaran Hotel Indonesia, Selasa (1/12). 

Pantauan CNN Indonesia, para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasisa Papua (AMP) ini dikumpulkan di Lapangan Sabhara. 

Mereka yang sudah didata diminta masuk ke Gedung Sabhara. Jumlah yang sudah didata ada 135 orang. Sementara ratusan lainnya masih di luar gedung.

Sebagian dari mereka terlihat mengenakan atribut AMP. Ada pula yang mengenakan pakaian adat Papua. 
(utd)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER