Jaksa Agung Pertanyakan Tujuan MKD Minta Rekaman Milik Maroef

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Selasa, 08 Des 2015 17:54 WIB
Kejagung masih butuh telepon seluler milik Maroef untuk penyelidikan dugaan pemufakatan jahat yang dilakukan Setya Novanto kala bertemu Maroef dan Riza.
Jaksa Agung M Prasetyo ketika memberi keterangan soal lima jaksa untuk mendaftarkan diri menjadi capim KPK di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, 23 Juni 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mempertanyakan tujuan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR RI yang hendak meminta bukti rekaman pertemuan Ketua DPR Setya Novanto dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha minyak Riza Chalid.

"MKD masih perlu rekaman itu, kan semuanya sudah bersaksi. Yang merekam mengatakan itu benar, yang mengadukan juga sudah menjelaskan. Setya Novanto kemarin juga sudah (diperiksa). Untuk apalagi rekaman (diminta)?" kata Prasetyo saat dihubungi, Selasa (8/12). (Baca: MKD DPR Ambil Langsung Rekaman Freeport ke Kejaksaan)

Menurut Prasetyo, lembaganya masih membutuhkan telepon seluler milik Maroef untuk penyelidikan kasus dugaan pemufakatan jahat yang dilakukan Setya Novanto kala bertemu Maroef dan Riza. Telepon tersebut dibutuhkan sebagai alat bukti materiil bagi penyelidik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau pun meminta (ke Kejagung) harus tertulis, harus resmi, karena kami perlukan juga untuk pembuktian. MKD kan hanya masalah etika. Etika itu hanya kepatutan. Kalau penegakan hukum itu kebenaran material yang dipermasalahkan, butuh bukti," tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Prasetyo juga menyampaikan pandangannya terkait legalitas rekaman dalam telepon seluler milik Maroef. Menurut mantan Politisi NasDem itu, rekaman yang dilakukan Maroef kala bertemu Setya Novanto dan Riza merupakan hal wajar dalam dunia modern ini.

"Di era modern ini merekam itu identik dengan mencatat. Melakukan perekaman tidak harus minta izin dulu. Harus dibedakan merekam dengan menyadap," katanya.

Kejagung saat ini sedang menyelidiki dugaan terjadi permufakatan jahat berujung tindak pidana korupsi. Pemufakatan jahat yang diselidiki sesuai isi Pasal 15 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perkara dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo mulai terungkap setelah Menteri ESDM Sudirman Said melaporkan hal tersebut ke MKD, 16 November lalu.

Dalam laporan Sudirman disebutkan, Setya bersama pengusaha Riza Chalid bertemu dengan Maroef. Dalam pertemuan itu disinggung soal permintaan saham PT Freeport yang disebut akan diberikan untuk Presiden dan Wakil Presiden.

Pertemuan secara umum membahas rencana perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang emas di Papua itu yang baru berakhir pada 2021.

Hingga saat ini, MKD diketahui masih membahas perkara tersebut secara internal. Belum ada sanksi atau putusan yang dikeluarkan MKD menanggapi laporan Sudirman. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER