Banda Aceh, CNN Indonesia -- Empat terdakwa kasus narkotika yang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Banda Aceh divonis masing-masing dengan hukuman mati karena kepemilikan sabu-sabu seberat lebih dari 78 kilogram. Mereka adalah Abdullah, Hamdani, Samsul Bahri, dan Hasan Bahri yang ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Februari 2015.
Majelis hakim yang diketuai Sulthoni menyatakan, keempat terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 114 Ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Para terdakwa terbukti bersalah bermufakat jahat memiliki dan menguasai narkotika golongan satu jenis sabu-sabu dengan berat mencapai 78 kilogram lebih," kata majelis hakim di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Banda Aceh hari ini, Senin (21/12), sebagaimana dilansir
Antara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis hakim menyatakan tidak ada perbuatan terdakwa yang meringankan. Sedangkan hal memberatkan, keempat terdakwa tidak mendukung program pemerintah memberantas narkotika dan obat terlarang.
Vonis mati tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Dalam tuntutannya, JPU menyatakan para terdakwa mendatangkan sabu-sabu ke Indonesia secara ilegal. Sabu-sabu tersebut dijemput dari sebuah kapal di tengah laut di Selat Malaka.
Selain itu, keempat terdakwa pernah melarikan dari dari tempat tahanan BNN RI di Jakarta. Beberapa bulan kemudian, keempat terdakwa ditangkap di sejumlah tempat terpisah.
Vonis BerbedaSementara itu, Shofyan bin M Yahya Daud, terdakwa peracik dan yang memproduksi sabu-sabu divonis penjara seumur hidup oleh Majelis Hakim PN Banda Aceh. Vonis dibacakan majelis hakim diketuai Eddy SH didampingi anggota Supriadi SH dan Nurmiati SH dalam sidang hari ini.
Hukuman tersebut berbeda dengan tuntut jaksa. Pada persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Mairia Efita Ayu menuntut terdakwa Shofyan bin M Yahya Daud dengan pidana mati.
Pada persidangan tersebut, terdakwa hadir mengenakan rompi tahanan Kejaksaan Negeri Banda Aceh. Usai majelis hakim mengetuk palu sidang, terdakwa langsung beranjak dari kursi pesakitan dan tampak tertawa kepada pengunjung sidang yang memenuhi ruang utama PN Banda Aceh.
"Dari fakta selama persidangan, tidak ditemukan ada alasan pembenar maupun pemaaf dari perbuatan yang dilakukan terdakwa," kata Eddy.
Terdakwa merupakan narapidana narkoba yang sudah divonis majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan hukuman 19 tahun penjara. Terdakwa dipenjara sejak Februari 2011.
Sebelumnya, terdakwa ditahan di penjara di Jakarta dan dipindah ke Lembaga Pemasyarakatan Banda Aceh. Terdakwa Shofyan kembali ditangkap di sebuah rumah di Neusu, Banda Aceh, karena kedapatan memproduksi sabu-sabu pada 12 Januari 2015.
Menurut majelis hakim, terdakwa Shofyan terbukti bersalah memproduksi narkoba golongan satu jenis sabu-sabu lebih dari lima gram. Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 113 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009.
"Menghukum terdakwa dengan hukuman seumur hidup. Adapun barang bukti sabu-sabu lebih 200 gram serta alat produksi sabu-sabu lainnya disita dan dirampas untuk negara," kata Eddy.
Majelis hakim sependapat dengan jaksa penuntut umum terkait pasal yang dilanggar. Namun dalam hal penjatuhan hukuman pidana mati terhadap terdakwa Sofyan, majelis hakim tidak sependapat dengan JPU.
Hal ini karena majelis hakim mempertimbangkan masalah hukuman mati di Indonesia masih pro dan kontra. Majelis juga mengutip beberapa aturan yang ada, seperti penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).
Di akhir vonisnya, majelis hakim mempertimbangkan hal memberatkan. Terdakwa merupakan narapidana dengan hukuman 19 tahun penjara, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah memberantas narkoba, dan perbuatan terdakwa merusak masyarakat secara umum khususnya generasi muda.
"Selain mempertimbangkan hal memberatkan, majelis hakim juga mempertimbangkan hal meringankan bahwa terdakwa kooperatif, menyesal atas perbuatannya serta terdakwa merupakan tulang punggung keluarganya," kata majelis hakim.
Sementara itu, Kadri Sufi, penasihat hukum terdakwa Shofyan bin M Yahya Daud, usai persidangan menyatakan tidak sependapat dengan vonis yang dijatuhkan untuk kliennya itu. Sebab yang dilakukan oleh terdakwa belum ada hasilnya.
"Kami memerlukan waktu selama satu minggu untuk menyatakan apakah banding atau menerima putusan tersebut. Untuk saat ini kami menyatakan pikir-pikir dulu," ujar Kadri.
(rdk)