Terang-Redup Jalan Aristides Katoppo di Sinar Harapan

Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Kamis, 31 Des 2015 17:22 WIB
Mulai 1 Januari 2016, publik tidak akan lagi bisa menikmati cetakan karya jurnalistik khas Sinar Harapan. Ini kisah Aristides Katoppo dan Sinar Harapan.
Ilustrasi koran. (Thinkstock/Brian Jackson)

Menjadi jurnalis di era Demokrasi Terpimpin maupun Orde Baru membuat ancaman merupakan hal biasa yang dihadapi. Menurut Tides, sudah terlalu sering dan terlalu banyak jenis ancaman yang dia terima.

Tapi dia tidak gentar. Artikelnya terus menyoroti tingkah polah penguasa dan menjadi pengontrol utama kebijakan pemerintah. Sinar Harapan juga tak jera mendapat tekanan dengan terus menerus mencetak artikel yang mengkritisi penguasa.

Tides bercerita, dia pernah diciduk dan dibawa ke suatu tempat. Para penculiknya menginterogasi berjam-jam mengonfirmasi sejumlah artikel yang dia tulis. Tak jarang, dia dipaksa untuk mengungkapkan, siapa sumber informasi atas pemberitaan yang membuat geger kabinet.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Saat saya diculik, mereka sering sekali mengatakan, ‘Ini bukan pro justicia, ini operasi intel, jadi hukum tidak berlaku di sini.’ Tapi saya tidak takut,” katanya.

Namun keberanian Tides menjadi ciut ketika para penculik itu mengancam untuk mencelakai anak-anaknya yang saat itu masih kecil. Mereka menyebut seorang korban kecelakaan yang tewas tertabrak truk beberapa waktu sebelumnya. 

“Katanya, itu mereka yang melakukan, dan mereka bisa melakukan hal yang sama terhadap anak-anak saya. Itu yang terus terang membuat saya terganggu,” tuturnya.

Tides bertutur, sang ibu mengajarkan dia untuk hanya takut kepada Tuhan. Dia juga diajarkan untuk siap menanggung segala konsekuensi atas tindakan dan perbuatannya sendiri. “Saya siap kalau saya yang kena. Tapi kalau anak-anak saya, saya terguncang,” kisahnya.

Soeharto Ingin Lenyapkan Sinar Harapan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3 4 5
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER