Soal Pemanggilan Setya, Kejagung Diminta Mengacu Putusan MK

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Jumat, 08 Jan 2016 14:53 WIB
Pelaksana tugas Ketua DPR, Fadli Zon mengatakan pemanggilan Setya Novanto di Kejaksaan Agung terkesan dipaksakan.
Setya Novanto temui Wakil Presiden Jusuf Kalla. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa Hukum Setya Novanto, Firman Wijaya berharap agar Kejaksaan Agung mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 76 tahun 2014 yang mengatur penyidikan anggota DPR di Undang-undang No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).

"Kami berharap Kejaksaan Agung mengacu pada putusan MK No. 76 tahun 2014‎, tentang uji MD3, yang mensyaratkan pemanggilan perlu izin presiden itu. MK sudah memberikan guideline," kata Firman saat dihubungi, Jumat (8/1).

Selain itu, Firman menjelaskan, Kejaksaan Agung juga diminta memperhatikan surat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tentang pelanggaran privasi terhadap Setya dengan bukti perekaman ilegal.
Hal lain, Firman berkata, Kepolisian harus segera menindaklanjuti mengenai barang perekeman bukti ilegal, karena menjadi masalah. Sebab, menurutnya barang bukti yang bermasalah tidak dapat menjadi alat bukti.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami berharap surat Komnas HAM, serta penanganan alat bukti bermasalah menjadi acuan penyelidikan, mengenai pemanggilan kita belum bersikap. Surat Komnas HAM juga sudah diterima Kejagung," kata Firman.

Sementara menurut Pelaksana tugas Ketua DPR, Fadli Zon, pemanggilan Setya di Kejaksaan Agung terkesan dipaksakan. Sebab, berdasarkan putusan MK, pemanggilan terhadap anggota DPR harus melalui izin presiden.

"Setiap anggota DPR harus melalui izin presiden. Waktu sebelum ada keputusan MK harus melalui Mahkamah Kehormatan Dewan. Jadi tidak bisa. Kalau itu dilakukan itu memaksakan diri," kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Kemarin, Penyelidik Kejaksaan Agung akan memanggil mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam penyelidikan perkara dugaan pemufakatan jahat terkait perpanjangan kontrak karya PT. Freeport Indonesia dalam waktu dekat.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah berkata, rapat internal akan digelar terlebih dahulu oleh lembaga adhyaksa untuk memutuskan waktu pemanggilan Setya ke depannya.

"Dalam waktu dekat kita akan mintakan keterangan. Kita masih rapatkan, besok kita putuskan kapan (dipanggilnya). Ini masih meminta keterangan, permintaan keterangan dalam rangka mengumpulkan bukti-bukti," kata Arminsyah di kantornya.

Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat sebelumnya mengatakan frasa persetujuan tertulis pada pasal 245 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden.

"Pasal 245 ayat 1, selengkapnya menjadi pemanggilan dan permintaan keterangan tertulis untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari presiden," ucap Arief.
Padahal sebelumnya, pasal 245 ayat 1 berbunyi, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

Mahkamah juga memutuskan frasa persetujuan tertulis pada pasal 224 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden.

Pasal 224 ayat 5 sebelumnya berbunyi, pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, 2, 3 dan 4 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

"Pasal 224 ayat 5 UU MD3 selengkapnya menjadi pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana maksud pada ayat 1,2,3,4 harus dapat persetujuan tertulis dari presiden," ucap Arief. (bag)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER