Jakarta, CNN Indonesia -- Pasca serangan teror di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, pekan lalu, sentimen kebencian terhadap jaringan terorisme seperti kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) makin menguat. Bahkan sebelum kejadian tersebut, ketidaksukaan terhadap ISIS juga telah meluas di tengah warga.
Hal tersebut disampaikan Direktur Utama Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan usai memaparkan hasil survei mengenai pandangan dan sikap publik nasional mengenai terorisme dan ISIS di Indonesia.
"Dugaan kami sentimen permusuhan terhadap ISIS akibat serangan bom di Thamrin kemarinmakin menguat terhadap keberadaan dan perjuangan ISIS," kata Djayadi saat memaparkan hasil survei SMRC di Jakarta, Jumat (22/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, meskipun survei itu dilakukan pada 10-20 Desember 2015, hasilnya dianggap menggambarkan sikap warga negara Indonesia kepada terorisme dan ISIS. Mereka melakukan survei terhadap 1220 responden yang dipilih secara acak.
Hasil survei menunjukkan sebanyak 62 persen warga mengetahui keberadaan ISIS. Hampir semua responden, sekitar lebih dari 95 persen, menyatakan sikap bahwa ISIS tidak boleh berada di Indonesia. Hanya 0,3 persen yang tidak mempersoalkan keberadaan ISIS di Indonesia.
Sementara sebanyak 89,3 persen masyarakat tidak setuju dengan apa yang diperjuangkan ISIS. Sedangkan 89 persen responden mengatakan, ISIS merupakan ancaman bagi NKRI.
"Jadi ini pukulan berat buat ISIS. Dia ditolak keberadaannya di Indonesia, tidak disepakati perjuangannya, dan dianggap sebagai ancaman NKRI," ujar Djayadi.
Djayadi menambahkan, data tersebut menunjukkan adanya keinginan masyarakat agar para penegak hukum penanggungjawab keamanan lebih bertindak proaktif memberantas terorisme.
"Dari penolakan itu menunjukkan bahwa ISIS menjadi ancaman NKRI, jelas ISIS harus dilawan. Menolak keberadaan ISIS di Indonesia itu berarti kalau ISIS harus diperangi," tandasnya.
Survei ini mengungkapkan lebih banyak warga yang merasa tidak aman dari ancaman terorisme dibanding setahun sebelumnya. Ancaman ini dirasakan baik oleh kalangan muslim maupun non muslim.
"Ini dirasakan oleh hampir semua kelompok etnis dan agama. Baik muslim maupun non muslim, ada peningkatan rasa tidak aman dari serangan terorisme," ujarnya.